Selasa, 23 Januari 2018

KUMPULAN PUISI LAMA SHOBAH AROZI /MEMORIAM TEMPO REMAJA



BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAAHIM
..............
 Baca puisiku dengan menyebut nama Tuhanmu.  Karena dari setiap katanya adalah doa (2011).
 dan berhati-hatilah dengan puisiku, sebab yang pasti, kau akan menjadi diriku (2006).




Jujur.....
Aku ini adalah samudera terbening setelah kautsar
Laksana embun cintamu selepas subuh
Dan tataplah dengan kedalamanmu
Jika engkau hendak mengarungi

Kata-kataku adalah air yang mengalir dari nurani
Ambillah jika engkau dalam kehausan
Atau sekedar dibaca saja untuk meneruskan
lakon perjalanan hidupmu



Dalam diam
bukan berarti ia telanjang melepaskan kata-kata(2005).



Curhat penulis

Saya haturkan puji syukur tiada tara kepada Tuhan  Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Pemilik hidup yang sebenarnya, Pemilik daya dan kekuatan, Pemilik  waktu dan akal sehat serta Pelindung hati nurani. Dengan karunia nikmat yang senantiasa terus mengalir hingga detik ini, memberikan  saya kesempatan dan peluang (waktu) untuk mengumpulkan tulisan-tulisan (puisi) yang sebelumnya masih berserakan di beberapa tempat, dari seraran yang lama (2003) hingga yang baru usai saya tulis (2013). Tapi Alhamdulillah berkat kesabaran dan ketabahan, tulisan-tulisan (puisi) lama sewaktu saya masih menimba ilmu di pondok pesantren dan tulisan-tulisan (puisi)  yang dibuat saat di bangku kuliah dapat dikumpulkan dan dirampungkan menjadi satu antologi tunggal. Bagi saya menemukan dan bisa mengumpulkan kembali karya-karya lama yang serat dengan jibunan realitas dan sejarah hidup menjadi keistimewaan tersendiri yang sungguh luar biasa. Apalagi bisa digabung menjadi satu antologi yang dapat  dibaca sewaktu-waktu di saat santai. Saya berharap adanya buku ini bermanfaat, amin.
Tak lupa Kepada sang pendobrak kegelapan, pembawa berita indah dan kebahagiaan, pewaris kejujuran, kesabaran dan kebijaksanaan senantiasa saya memohonkan solawat serta salam agar terus mengalir kepadanya, karena berkat diriyalah, kebersamaan menjadi lebih indah dan lebih bermakna. Begitupun dengan meniru keteladanannya, antologi “Persembahan”ini bisa terbit. Meski sedikit agak melelahkan dan estetik seadanya, tidak apa-apa kan?!
Dan kepada segenap pecinta puisi di se antero, saya sampaikan salam puisi, karena saat ini hanya puisilah yang dapat saya persembahkan untuk kalian sebagai pelepas dahaga dan pemandangan batin pelepas lelah. Sengaja buku ini saya beri judul Persembahan Penyair” karena pada dasarnya puisi-puisi yang saya tulis dalam buku ini kesemuanya berdasarkan fakta dan instrument hati. Adanya karena ada peristiwa yang mencakup semuanya, baik dari sketsa permasalahan cinta, kerinduan, riligi, sufis, social, pendidikan, lingkungan dan sebagainya.
Saya akui lahirnya puisi-puisi saya ini kadang datang secara spontanitas, dan bersama itu, merupakan pantulan suara hati nurani yang secara spontanitas juga yang kemudian membentuk struktur kata yang dapat saya tulis menjadi puisi. Dan terkadang lebih dari itu, masih melewati gesekan kegelisahan demi kegelisahan. Saya menyadari sebagai manusia yang tak luput dari khilaf, ke egoan yang terbentuk dari pikiran kadang bisa menghilangkan keindahan dan kemurnian suara hati nurani saat dipuisikan. Maka dari itu, dengan melalui perenungan demi perenungan secara mendalam puisi yang saya tulis ini sudah dirasa dapat menyamai bunyi intuisi hati nurani yang sesungguhnya, yang bisa memberikan kepuasan, kesenangan dan ketenangan tersendiri. Setidaknya kepada diri sendiri dan semoga juga untuk pembaca yang lain.amin..
Atas terbitnya buku ini, saya haturkan terimakasih seluas-luasnya untuk segenap yang terlibat dalam penggarapan buku ini tanpa terkecuali. Salerana Kai – Umiy, saudara mak Riyadi Sahreza, yang sangat mendukung atas penerbitan buku ini, dan terimakasih  atas doanya kepada mpuk Alimah Madani, adik-adikku Nufal Ali syahbana, Yumsiyah dan Ali Bathsi yang terikut menceriakan hari-hari saat di wisma selama dalam penggarapan buku ini, juga terimakasih banyak kepada; Abd. Muni Rozin dan Heri yang bersedia dengan senang hati membantu mempercepat penerbitan buku ini, yang terus menghidupkan semangat untuk terus berkarya; lora M.Faizi,  Faishal Er, Samsul Taswi, Abdullah Member, Sukur Rahman, Sofyan RH zaid dan semua rekan yang sempat nongkrong  di sanggar Andalas. Tak terkecuali rekan-rekan Di Pangestoh Net_Think community ; Mas Al-Faizin Sanasren dkk. Sahabat Sanggar Bintang Sembilan, rekan-rekan  sanggar Lentera . Dan juga terimakasih atas solusinya kepada  orang-orang yang paling dekat; teman, family.
Di akhir curhat, Selanjutnya puisi dalam buku ini saya haturkan sepenuhnya untuk pembaca. Wassalam...
                                                                  

Sumenep 23 Mei 2013                                         
   Penulis             


Shobah Arozi IFSAL

DAFTAR ISI



Curhat Penulis  02
Daftar Isi  05
Penyir  07
Tumbal 08
Selamat Pagi 09
Pertemuan di Teras Kota  10
Sebentar Lagi  11
Dua Wajah di Perpusda Kota12
Intuisi Ina 1 13
Munajah  14
Untukmu  15
Diam Dalam Tuhan  16
Berkiblat ke Unesa  17
Di Batas Kota ini  18
Sajak Perjalanan  19 
Puisi Hujan  20
Observasi Diam  21
Doa dan Cinta  22
Dipertemuan Itu  23
Awal Ensiklopedi Tercipta  24
Pada Kekasihku 25
Miftahul Huda 26
Intuisi Ina II  27
Berita Sedih  28
Puisi Tuhan 29
Mawar Putih di Wajahmu 30
Sketsa Perpisahan  31
Puisi Kepada Yang Alim  32
Kau  33
Menanti Kejujuran 34
Surat 35
Ganda Hari-harimu 36
Persaksian  37
Tidur di Hatimu 38
Janji  yang Tertunda  39
Sajakku Buat Penyair 40
Taubatan Nasuhah  41
Duit-Duit Patah  42
Jiwa Penyair  43
Rintihan Negeri Iraq  45
Sambutan Pertama  46
Bersama Kalian  48



PENYAIR

Aku berharap perahu-perahu itu berlayar ke tepi pantai
Setelah ombaknya diterjang badai

Aku berharap perahu-perahu itu berlayar ke negeri seberang
Di saat kapal-kapal pesiar menghadangnya dari belakang

Aku berharap perahu-perahu itu diam
kala bahariku merona terang

Jujur.....
Aku ini adalah samudera terbening setelah kautsar
Laksana embun cintamu selepas subuh
Dan tataplah dengan kedalamanmu
Jika engkau hendak mengarungi

Kata-kataku adalah air yang mengalir dari nurani
Ambillah jika engkau dalam kehausan
Atau sekedar dibaca saja untuk meneruskan
lakon perjalanan hidupmu

Dari sketsa kedalaman samudera dan kata-kataku ini
Aku harus lebih jauh melayarkan diri lewat sapa
Kutunggangi matahari dan rembulan
Mengelilingi antero sepi dan keramaian
Sambil menapaki jejak Hidir, Ibrahim, Nabi Muhammad dan Musa saat jadi pencerah
sebab jika tidak
Dunia enggan terus bersinar terang

4/1/2006

TUMBAL
    :Ach. Nurhadi Mukri

Belajar pada sejarah kepemimpinan
Aku melihatmu duduk di atas singgasana
Dengan  satu bolpen di saku
Dan selembar kertas  berisi perencanaan di tangan

Belajar pada sejarah kepemimpinan
Di perjalanan itu, aku melihatmu menatap cahaya silau menderang
Ada apa gerangan tiba-tiba kau tersenyum dan menadahkan kedua tangan
Padahal engkau sedang berair mata

Belajar pada sejarah kepemimpinan
Aku menjumpaimu bersujud
Seperti berharap kebajikan dan petunjuk segera turun
Lalu kau dermakan segalanya milikmu
Pada mereka yang terus lalu-lalang menghamba

Dalam perjalanan di altar rumah di balkon bertingkat, dalam kelas di ruang pimpinan
Kau diagungkan tapi dicerca
Kau dibutuhkan tapi dilumuri persoalan
Di kampus kuning itu, aku dan keramaian menyaksikanmu jadi tumbal
Separti histori sang baginda Rasul Muhammad saw. kembali menyapa

Di sela-sela waktu
Pada saat kau ingin berbagi
Aku sedang duduk di sampingmu
Dan katamu pemimpin harus siap jadi tumbal, miliki jiwa yang besar dan bijaksana”.

2013

SELAMAT PAGI

Selamt pagi wahai…
Sepagi hatimu nan damai
Kelam resah gelisah luka duka perih
Mungkin sejenak kau tinggalkan bersama puisiku
Membaca ayat ayatku yang lugu
Hingga tak membuat jiwamu ronta
Hati tentram tanpa suara
Kau manjakan dalam jiwa

Selamat pagi wahai...
Sepagi hatimu yang  basah
Mungkin sebentar lagi kau 'kan tinggalkan puisiku
Menuju lempengan waktu penuh sesak laksana hari-hari kemaren
Mengejar anganmu yang kian melangit

Tapi yakinlah...
Sekali baca Puisiku pancarkn ratusan mukjizat ke seantero jiwamu
Menyumberkan ribuan kata dan cinta

Selamat pagi wahai...
Ssepagi rinduku menyapamu.
Semoga esok pagi
Anganmu dapat mengendarai semesta. 

Tamb Tim 24 /4/'2011 





PERTEMUAN DI TERAS KOTA
            : Adinda

Rabuku datang membawa senyum dari wajahmu
Menepi ke ngerai hati mengakar ke sanubari

Sapaku menciut ke celah-celah jantungmu
Saat  tiba waktuku bersua di teras kota
Tempat buku-buku dan nalar para ilmuan ditata

Di teras balkon perpusda kota itu
Telah dilakonkan sepotong kisah kasih tentang cinta
Memecah mimpi yang baru saja dicipta

Lalu mimpi itu terbelah oleh  senyum dan tegur sapaku
Kau baca segala apa  yang ada
Dan kubaca segala apa yang kau cipta
Seprti sepasang pengantin beradu pandang
Saling mengerlingkan mata dengan senyum padu merindu.

Oh. Aku malu pada  matahari yang mengintip dari  celah-celah fentilasi
Sepoi udaranya hilir mudik melintas di lembaran buku-buku dan Koran yang kubaca.
Ada apa gerangan tiba-tiba ada yang datang mendekatiku
Tetap kubaca segala apa yang kau cipta

Oh. Mungkin  sekali ini kita bisa duduk bersanding
Bersafari dan bertegur sapa bercanda ria sambil keliling kota
Setelah kubaca segala yang ada
dari apa yang kau cipta.

Di sketsa itu, aku nyaris sepenuhnya jatuh cinta
Panggung 19/5/ 2010

SEBENTAR LAGI

Sebentar lagi aku kan datang menyambutmu
Dengan secawan madu
Yang diperas dari lintas lazuardi

Sebentar lagi waktunya kita barsenandung kembali
Menyingkap rahasia hari-hari mahabbah
Di mana kita dilahirkan nan pula ditinggalkan

Saudaraku...
Mari kita rayakan lagi
Karena matahari tak pernah ingkar
Zaman tak pernah tertipu bujuk rayu
Nurani terus tumbuh subur
asri di lereng prasasti sejati

Saudaraku...
Tahukah engkau Perihal hiroglif yang tertulis itu?
Adalah ruh ibunda yang kan terus abadi.

4/005












DUA WAJAH DI PERPUSDA KOTA

Bagiku…
Puncak gejolak dunia terbesar
Dalam jiwa
Bukanlah meletusnya perang Nagasaki dan Herosima

Tapi …
Sebuah kisah kasih
Persidangan dua wajah kembar
Antara, bulan dan matahari
Di lintasan Januar dan Mei

Pada pertengahan kalender cinta kehihupan itu
Aku datang memenuhi undangan  mereka

Pangggung 30/9/ 2011













INTUISI INA 1

Sejuta lagkah terurai
Meninggalkan manuskrip kata dan sabda

Dulu mana ruang dan waktuku diam
Sudut-sudut masjid Kamar-kamar kecil lampu pijar balkon dan trotoar kota
jalan setapak sawah hotel taman safari  berdendang serunai dalam sajak-sajakku
Meminangku jadi seruling emas di bibirnya.
Dan aku tak bisa berbuat apa-apa..
Selain bersabda
“Pinanglah aku dalam doa
Hingga ke muara di jantung ibu kota hatimu.”

Lalu Aku tak bisa bertanya tentang apa
Atau jangan-jangan aku tlah berdosa
Karena Setiap hari tak lagi memikirkan mereka.

Ina, Karenamu aku kembali ada dan mencipta.

panggung 19/4/ 2011











MUNAJAH

Dari sudut wisma-Mu
Kusaksikan air mata hinggap bertubi
Mendewakan serangkai hijaiyah
Teralun sunyi

Nama-Mu terbuai...
Menafikan seluruh kemusykilan fatamorgana
Hingga jiwa tiadalah hanya jiwa-Mu
Nafas melainkan nafas-Mu
Yang terlahir dari Kun-Mu

Oh.Wahai...
Dermakan aku kasih sayang
Leburkan aku dalam cinta sejati
Layaknya Ibrahim, bagindas Muhammad, Robiah Rumi dan Hallaj dalam menanti
Hingga saatnya aku pergi
           
An_Nuqayah 2005













UNTUKMU

Wahai…
Waktu ini sangat berarti untukmu
Tika kau jalani untuk bermain
Tak ingin aku jadi kendala bagimu
Dalam tegur sapa dan senyummu yang rindu

Merantaulah  seperti sediakala
Mengejar Lailatul Qadar di ketinggian kelam
Dan tidurlah merafal firman Tuhan
Yang hingga kini terus melampaui masa depan

Bila kusambut suaramu di sepertiga malam
Jangan lupakan hakikat bulan
Pandanglah ia,  sebab pancaran cahayanya memar bersama
Kearifan dan kerinduanku

Wahai, Jangan keburu bermimpi menyambut Jibril
Selama ia masih dalam bayang-bayang
Mimpi itu adalah fata morgana Lish
Yang jelas melahirkan ambigu

Dan bila kumenyapamu dengan rindu
Ialah  jawaban suci
Atas baiat kerinduanmu padaku.

13/9/09






DIAM DALAM TUHAN

Di pelepah si bayang kelam
Kuimlak lagi usia yang lapuk di curah cakrawala
Geliat melodi yang mengalir di kerling masa datang
Saat gulungan gelombang dahsyat terjang kepribadian

Aku haus dalam kata-kata
Karena tak pasti kan terapung pada pantai
Di penghujung nalarku

Aku tak kuasa diam tanpa tawakal pada yang Esa
Karena tiada siratal mustaqim tanpa ridho-Nya
Hanya sembah kuhaturkan dalam bingkai sandiwara fana
Sebab Kau cipta bahtera

Oh Tuhan ..
Tiada jahanan ditakutkan
Bukan pula nirwana kuimpikan
Tapi kasih sayang yang engkau janjikan.

MAK 2004










BERKIBLAT KE UNISA
I. Herdiana

Di balkon ruang ber AC
Cawan cintaku pecah
Mengurai sejuta rasa ke ruas pori-pori
Dinding-dinding jantungku bergetar
Gigilnya membuatku tenggelam di matanya
Liris-liris Bening matanya melilit jantung
Lumpuhkan aku hingga tak bersuara
Membuai pada gerimis rasa
Lalu cintaku berkiblat ke Unesa

Dalam seruan khusuk talbiyahku
Sesekali kuingin bangkit jelajahi Arofah tubuhnya
Memasuki Multazam kerinduan dari celah-celah hati yang tertutup rapat
Berlari-lari kecil menuju Sofa dan Marwah hatinya
Mencium Hajar aswad di keningnya
Lalu bersemayam di Muzdalifah  batinnya.

Di padang Arofah tubuhnya kutitip salam pada debu-debu
pada nafas yang hilir mudik di sekujur tubuhnya.
Adam Kini  datang, untukmu menjadi Hawa”

Jika kaukah itu In…
Restui aku mempermaisurikanmu walau dalam puisi.
Sebelum Tuhan mengenangku pergi.

Panggung 21/ 4/2011




DI BATAS KOTA INI
        :N. Qamariyah

Cukup di batas kota ini
Sejarah menuliskan kisah kelana cintaku bersamamu
Sebab mengayuh sampan menuju kota seberang
Jaraknya teramat jauh jika hanya
Tuk membangun sebuah piramid kemesraan

Meski kau terus membujukku
Aku hanya takut nanti kau tak kuasa
Menyapa haus yang sekarat di bawah matahari
Membendung ombak yang melabrak sekuat badai
atau gigil yang siap bekukan bulu kudukku dan darah di sekujur tubuhmu

Lalu bagaiman dengan diriku…
Haruskah terus megayuh sampanku hingga  kota seberang
Atau melepaskan pancernya, lalu menghiburmu dengan sedikit  kemesraan demi keselamatan

O, tidak
Sebaiknya kita tunda saja  hasrat pemberangkatan ini
Sampai tubuh dan hati ini
Benar-benar kuat dan menyatu.

Panggung 30 / 9/2011






SAJAK PERJALANAN

Di sini aku berjalan di lereng bukit-bukit
Berjalan bersama malaikat-malaikat
Ada perindu
Luapan asa menari-nari di kuncup kasturi laksana kehidupan

Kepergian itu mesti tiba
Kerena di sisi-Mu hanyalah kefanaan
Sementara dzarrah yang tersematkan pada-Mu adakalanya kepalsuan
Ketimbang kentara kun-Mu atas keharibaan

Maju ke medan bukan arti terpaksa dan pula materi ditanam
Melainkan hanya satu
Sebab anyir darahku tiada tanpa dilahirkan dan rimba tak ada tanpa akar

Oh...
Cuma satu wujudku bertamu melewati hadir-Mu
Jibunan kata-kata lebur senggamai jiwaku
Bukanlah suatu kenistaan atau kepasifan
Karena Cuma satu
Antara aku dan Engkau semata penghambaan

9/6/2005







PUISI HUJAN

Andai kalian bisa menjamah langitku
tika kuturun jalan
Pastilah kalian berucap
Kini saatnya kubersamamu diam dan membaca”.

Andai kalian paham pada retorika anginku
Tentulah kau berucap
 Waa laikum salam. Senang kau datang bertamu
… lalu.
Langit dan anginku membisu
berlikkuk memanjang menembus kedua mata ke hatimu
Seperti pelangi
Terangi tubuhmu yang  ribuan hari  mencekam
Lalu kau tersenyum dan berucap
  Kini, aku yakin, hakikat semestamu hanya untukmu”.
Begitulah seputar kisah
tentang aku padamu.
Lalu Bagaimana dengan kabarmu disana…

Ambunten 23 /4/ '2011









OBSERVASI DIAM

Observasi diamku senggamai diammu
Menjalar hingga ke seluruh pori-pori
Satu persatu kutawafi mihrob di sekujur tubuhmu
Berharap dapat kujumpai satu warna
Dari kehidupan yang kucari

Kini madu takdirku tinggal secawan
Kusimpan baik-baik untukmu kelak
'Tika kita bersama

Di observasi diamku padamu
Kupanjatkan sebuah doa panjang warisan nenek moyang
Berharap kau segera datang
Membawa bintang gemintang
Dengan wajah tersenyum purnama.

Ambunten 23/4/ 2011















DOA DAN CINTA

Cobalaah sesekali kau bangun
menembus kelam lewat tahajjudmu
Melepas penat dalam taqwamu
pada kekhusyu'an sujud dan syukur.

Lalu...
Rangkumlah gelora mimpi-mimpi besarmu
Jadi doa
Lantunkan dengan suara tangis nan merdu
Getarkan semesta tubuhmu segetar-getarnya 
Hingga air matamu mengalir
dan beku  menggumpal jadi kehidupan di antara ribuan juta malikat yang hadir 
Beristigfar mengamini sapamu
Mengiringi detak jantung sujudmu

Karena dari setiap kata pengaduanmu
Adalah doa
Dan cinta

Ambunten 15 /5/2011. :3,16 












DIPERTEMUAN ITU
:Putri

Berawal dari  pertemuan di kampus kuning
Ia melautkan rindu lewat imaji ke otakku
Mengukir wajah dan senyumnya  sehijau cemara pada kebekuan anganku
lalu diamnya mengalirkan rasa

Di atas angan kucoba napak tilas ke sekujur tubuhmu
Sambil berdendang menyanyikan lagu-lagu daerah kesukaanmu
Dan tarian-tarian seperti muangsangkal sesegera mungkin kan kupersembahkan juga untukmu

Lalu seketika angin berhembus
Menyisir berita hangat tentang pertemuan di hari itu
Entah untuk siapa, aku belum mengerti

Tiba-tiba dari ufuk barat
Sinar melengkung mengawal matahari datang menghampiriku
menyorot wajahku dengan cahayanya
lalu mebisikkan persaksian cinta
”Ikatlah dan kalungi dia dengan cahayamu atau cahayaku bila kau suka”
Sungguh tak terduga

Dipertemuan itu
Aku melepas rindu...

7/ 2011



AWAL ENSIKLOPEDI TERCIPTA
:KH.  Muallif bin Ja’alna

Dari usia berangkat tua
Ilusi mengawali persemaian kata-kata
Bongkahan batu-batu di nisan karang
Lucuti kening  ke antero purba kala
Dan kemboja dengan isyarat nila menua

Di pasca prosesi pertama ngerai sunyi
Nalarku terbakar serpihan masa lalu
Sebab, nelayan bercumbu lautnya
Petani bercumbu ladang
Buruh dan para kuli bercumbu tuannya
Dan bayi-bayi terlelep dalam kasih ibundanya

Pada awal lazuardi merekah musim berpanin
Dunia sirna di bayang angan
Pijakan  langkah kakiku gontai mengawali perpisahan
Berlari-lari seorang benahi janji
Jauh hingga terasing

.....Sekian bulan berlalu
Kau bertekuk lutut pada lengang
Membawaku semayami jiwamu bermisykat doa-doa
Jadikannya sebuah mimpi panjang
Lalu menyambutmu tiada
 ” Iinnaa Lillaahi Waa Innaa Ilaihi Raji’un”
dunia berubah warna , pagi tertusuk nalar
kubaca sebuah doa

“Allaahummagfir lahu war hamhu wa afiihi wa’fu anhu
Bismillahi waa alaa millati Rasuulillah....

2005

PADA KEKASIHKU

Usai  senja
Tiba-tiba di ujung jemariku mengalir bahari mimpi
Menuju muara hatimu yang rindang
Debur ombaknya beradu karang
Beristigfar atas segala kekhilafanku di balik simponi anginmu yang lugu
Gigil dinginmu merayap ke segara
Batu-batu karang  kerinduanku basah oleh senyummu
Dan pasir-pasir di tubuhku beku.

Hamparan buih yang menghujan dari benakku
Terpaku di atas cahaya terang sorot matamu yang tajam

Oh , Elish...
Di sini kuhanya mengingau dalam potretmu
Memanggil lirih gigil anginmu yang berlalu
Eeliish. Eeliish...
Jika nanti kerinduan ini terpaksa merapuhkan kefanaanku
Pasti segalanya akan kerontang
Lusuh tak bernyawa terkikis waktu
Elish...
Bertasybihlah denganku
Beristigfarlah bersamaku
Bertamhidlah bersamaku
Bersholawatlah bersamaku.
Bersholatlah bersamaku
Jangan kemana-mana dulu
Hingga jiwa ini benar-benar menyatu.

Ambtn 13/2/ 2010

MIFTAHUL HUDA
Miftahul Huda
Idzinkan aku menyebut dan mengenangmu sebatas saja
Kaulah darah, hati dan jiwa para ilmuan
Yang mengalir ke sulbi-sulbi insan
Meluas membahana ke cakrawala ilmu
Dalam muara kehidupan.
Miftahul Huda
Bagai Al-Kautsar nan suci mengalir
Bagai ruh dalam kehidupan
Bagai  samudera tak bertepi
Engkau mengalir di atas bermilyar beban dan hasrat para nelayan
Tuk kurung segala nesta dan kejahilan
Karena akulah penghuni kebodohan
Atau para nelayan itu.
Dan kau denyutkan hati seluruh insan.
Miftahul Huda
Suaramu pada kehidupan yang dulu mekar mengikrarkan kemerdekaan
Kini telah datang mengendarai matahari
Bersama purnama, bintang nan angin syakal
Kau tersenyum menatapku telah merdeka
Menatapku penuh cahaya dan haru.
Miftahul Huda…
Akulah curahan kasih sayangmu itu
Yang semenjhak dulu kau papah, kau tuntun dan kau bimbing aku
Dengan segala kearifanmu.

Miftahul Huda, bagiku engkaulah segalanya.
Panggung  2008

INTUISI INA II
Hampir saja aku terperanjat luka
Menjalani takdir yang suram
Sejarah telah buta
Tak mampu memperlihatkanku rona dan fakta
Sejarah mungkin telah luka
Tak lagi memberikan obat dan cinta.
Lalu aku bingung
Akan datang mengadu pada siapa.

Tiba-tiba lewat kelembutan dan  keajaiban takdir
Kau datang mengendarai selembar puisi
Membawaku ziarahi padang imaji
Menembus dunia moksa ribuan penyair

Di sampingmu
Dengan petikan dzikir-dzikir sajakmu
Aku tersadar
Tersenyum kembali menyambut rona makrifatku

Dalam riyadhoh cintaku
Telah kukubur segala resah bersamamu.

panggung 19/4/2011








BERITA SEDIH
    : Om KH.

Di kaki langit
Kulayarkan bahtera pada setumpuk belati
Lalu pergi nan jauh

Tapi bukan sebab belati itu
Sayatan samudera bertepi tepi
Bocoran zamzam dari pintu ke pintu kian tak terkendali
Dalam pelayaran Sarang Lirboyo dan Sidogiri

Di serambi Masjid Zainul Muttaqin
Perhelatan terjadi
Ketika Rakib dan Atit     
Malik Ridwan sibuk berdiskusi
Saat Mikail pegang gagang kendali

Tiba-tiba tikammu mematung mimpi
Meski kau tahu itu laknat
Dan tak boleh terjadi

Ambunten 2003












PUISI TUHAN

Kala saatnya tiba semuanya dalam kebingungan
Kerena ada tuhan menangis
Karena ada tuhan rakus harta dan kekuasaan pun kehormatan
Karena ada tuhan mati..!

...akulah Tuhanmu
Sembahlah aku..!
Ingin kau mengenalnya.?
Itu adalah kewajibanmu
Oh..
Menangislah
Bersujudlah
Bertawakkallah pada-Ku

Jika nanti aku datang padamu lalu bertanya
” Siapa Tuhanmu”
Jawablah ”Allahu Robbiy”
Jika nanti aku datang padamu lalu bertanya
”Di mana Tuhanmu”
Jawablah” Fii Qolbiy”
Jika nanti aku datang lalu menikammu
dan bertanya”seperti apa Tuhanmu”
Tersenyumlah, ungkapkan lirih
”Seperti perih dalam tubuhku”
Lalu duduklah
Peluklah jiwaku katakan sehati

05/005




MAWAR PUTIH DI WAJAHMU
            :Adinda

Seperti saat kulihat
ada mawar putih merona  di wajahmu
Menguapkan wewangi semerbak ke batinku
Basahi ladang kerinduan
Yang hampir kering membatu di tengah yoga kemarau
Setelah lama kubiarkan beku

Ada mawar putih merona di wajahmu
Subur rimbun di hatiku
Dari satu jadi seribu menjalar ke ruas seantero jiwa
Embun cinta menetes dari tangkainya
Hinga darah tubuh jantung dan jiwaku
Merona lembayung
Mengalir seakan melukis wajahmu

Dan di balik sekarat rinduku malang
Kusiram ia dengan dzikir-dzikir doa
Agar kelak dikemudian hari
Ia makin subur mewangi  
hijau berkalungkan mahkota di sampingku.

Panggung 19 /5/2010










SKETSA PERPISAHAN
: Teman di ma’had

Jika matahari itu telah terbit
Mendayung kita kepenghujung mimpi
Dan gerbang terbuka lebar bersama desing
sangkakala perpisahan.
Maka jalan beraspal kan mengenang air mata
Sebelum ada tawar menawar
Sebelum semua sampai ke dermaga

Kibar bendera tak jauh kan segera dikibarkan
Menancap setiap mata sendu di semenanjung lara menuju seberang ke aorta
Saat kata-kata hanya sebatas kerinduan tangis bertaring kemandulan dalam persaksian.

Pagi hari kembali bertamu kelaut mimpi
Senyumnya adalah giris bisu ulu hati bermisykat nurani
Sebelum berkhalwat menyisakan prasasti.

Alkisah, sepanjang jalan terjal yang terlewati itu penuh rona mesteri sabuk rindu
Di mana hujan meramu tanah
Sungai-sungai mengalir ke muara
Matahari terbit purnama terbenam, kemarau datang membujuk waktu basah dan semi menuntut kesetiaan sang gugur atau pada sepasang jiwa bertali kasih
Lerai dalam sekaratnya memangku rindu
Pada janji musim yang mesti berulang
Sebelum semuanya dipertemukan
Sebelum ajal menentukan hasta pertanggung jawaban.

Dari seketsa air mata perpisahan ini
kehidupanku merantau ke alam moksa berjubah topan menanti air mata angkat bicara
Oh. Maafkan. Aku
17/3/06

PUISI KEPADA YANG ALIM

Setelah kusisir kembali kungkungan dalam pelita
Engkau mengenal dan menatapku tawakal
kau lebih curigai tumpuan hatimu yang dalam
Dengan kerlingan mata sambil tersenyum
Menatap langkah-langkah dari nalar perjuangannya.

Lalu kau berbaik hati setelah puas merasakan segala
Menghitung angka-angka kemenangan dengan jari jemari
Hingga hilang kesadaranmu
Di katup mata yang rindang
[
Dan aku harus merantau lebih  jauh di balik kepulasanmu
Menuju puncak kerajaan tertinggi dunia ini
Walau tanpa searah rasa
Sebab aku yakin petuahmu adalah bekal sepujagat
Tuk melangkah bersama pelita yang ditangisi

Lalu ada yang bersuara
”Wajar karena itu kewajibannya”
Celetuk lainnya
”Akupun juga kewajibannya”dan seterusnya.
Dialok itu tak kunjung padam
Sampai matahari dan bulan terbenam kembali
Sebelum yang alim mengoreksi diri
Maka keberadaanku kini telah kentara
Jauh dari pondasi awal usia dini

Dan maafkan pada seluruh orang tua
Jika saat ini aku menumpuk jibunan teka-teki
Yang siap dihadapkan padamu kelak
Sebagai bekal pertanggung jawaban.
27/12/005

KAU

Kau...
Siapakah sebenarnya kau
Yang datang padaku tiba-tiba menghentak
Menimbunkan sejuta rasa dan gemerlap
Hingga membuat tubuhku lunglai tak berdaya
Menggigil
di sepanjang genangan air yang bermuara ke hatimu.

Di rintik detak jantung dan perasaanmu
Idzinkan kupetik dawai kerinduan ini
Dengan irama syair-syairku yang syahdu
Sebab aku sangat rindu

Dan…
Lewat do’a
Di hatimu kulukis rindu.

Tam Tim. 20/4/2011.














MENANTI KEJUJURAN
            :Syukurrahman

Satu jawabanku tak pernah terungkapkan
Dalam ngerai menanti sebuah kejujuran

Ketika kau berjalan di lempeng-lempeng waktu
Mencari titik kepastian dengan lagu-lagu cinta
Yang dirilis ulang
Maka, akupun sudah demikian larut

Dan jika engkau pandai menanam rahasia langit dan bumi
Di wajahku
Membajaknya dengan ucapan sandiwara
Memeliharanya dengan kedip matamu yang lapang
Maka, akupun sudah demikian larut

Nan pula jika engkau mudah melukis kehidupanmu
Di jalanku
Maka, akupun sudah demikian larut

Dalam sebuah penantianku
Maka, akulah jawabanmu.

26/12/005









SURAT
I   
Suratku terserat rapi
Terbaca jauh di atas gelombang
Dengan harga mati nan bisu aku menunggu
II
Tiba –tiba Suratku terjawab saat Dzuhur
Kala orang–orang terlelap tidur
Senyum dzikr lembut memibiasi jiwaku
Syukurku melonceng
Pada ketinggian luas langit
Menembus sitratul muntaha
Altar Dzat Maha Agung

Dan di siang kemarau itulah
Aku datang menghadap Tuhanku.
Membawa surat dengan sekapur hamdalah

Panggung 22/5/ 2010



GANDA HARI-HARIMU

I
Telungkuk menyapa musim
Mengejar percikan bias wajahmu

Aku merantau di atas padang asin
Berbekal sandiwara fatamorgana
Menanti alammu kuncup bermelodi

II
Kurangkum hidupmu dalam doaku
’Tika yang hadir Cuma bayang-bayang
Kutaruh namamu pada rongga salamku
’Tika teka teki tak lagi terjawabkan

Sementara aku bukanlah seorang perwira
Atau pula kawanan berdasi
Melainkan hanya penikmat rasa
Yang mampu mengukir sajaknya untuk berbagi

Annuqayah 16/9/2005












PERSAKSIAN

I
Setelah sekian lama mengurung dalam tuhan
Baru kali ini aku dilahirkan
Dengan nama baru
Shobah Arozi IFSAL
II
Dunia menyaksikannya
Kagumnya berkasta-kasta
Pujian gaduh datar dalam sapanya
mengerai seluas samudera

Lalu kusujud  dan bersyukur
Atas segala nikmat dan karunianya

Subhaanallaah hu Robbi
Wabihamdih.

25/12/2005















TIDUR DI HATIMU.
        :Imra’atussolihah

Sepanjang malam
Aku jadi matari yang tenggelam di hatimu
Mewarnai  mimpi-mimpi indahmu
Lalu kutidur menabur nyala
Menunggu subuhmu basah berembun

Dan di setiap tegur sapamu
Kurasakan kerinduan memuncakkan gelisah
Di sepanjang hari 
Kukendalikan bulan purnama  merekah  dalam puisiku
Menyeberangi setiap barisan kata yang kurangkum
Mendasari intuisi hatiku dan hatimu yang padu membatu
Agar di malam hari nanti mimpiku dapat terbaca

Lalu, jika tiba-tiba bulan purnama datang
Menampakkan wajahnya bertuliskan puisi
Mengirimkannya pada jagat hamparan bumi
Janganlah kau kaget sayang,
Sebab semenjak  itulah, cintaku padamu abadi di bulan puisi

Panggung 30 /9/ 2011









JANJI YANG TERTUNDA
    :M. Riyadh di BRI Tower

Awalnya hidup dalam dinginnya senyum
Saat dunia laksana embun pagi
Dan hari adalah tawa gerimis
Dari ngerai tafakkur hari datang
Bersama janji ia segera pulang
Nan sebab pula karena diundang
Jum at dunia ini kusulap jadi sebaris kata
Dan ria meraja lela memadati dinding-dinding kalbu, menyapa rembulan sampai di titik lazuardi
Menjadikanku kepayang menanti
Sabtu. Kepastian erat mengakar di ulu hati
Menjadikanku berwajah utara
Bermata semenanjung jalan
Namun tak jua muncul sambut tawa
Melainkan ruah tanya membabi buta
Tentang keselamatan yang tertunda
Lusanya hidup kian beku
Gigil harapan telah muncul berduri
Sebab tak kuasa lagi terhadap gundukan teka teki
Hidupku buram, entah berapa detik atau berkepanjangan dan
janjimu tetap kutangguhkan bersama rintik air hujan
Malam hari...
Dalam kebisuan mencekam
.......Sampai kembali engkau keharibaan
Untuk melukiskan lagi batang harapan
Karena janjimu aku bisa menyulap dunia tertawa
Atau sebaliknya luka sampai bersua esok hari
.......hakikatnya wahyu
Selagi masih ada lembaran nurani
Yang diboyong dalam mimpi Ilahi
02/12/2005
SAJAKKU BUAT PENYAIR

Ketika aku mengatakan
Ada sama dengan fatamorgana
Absen mungkian jadiada
Karena penyair adalah jiwa kesatria
Dalam piyama fana
Di wisma maha raja

Kataku pada Khairil Adalah kesatria
Dalam ucap seribu tahun lagi untuk hidup
Hari kemarin dan esok adalah hari ini
Bagi Rendra sabdaku misteri
Dan ibu berselendang bianglala
Cukup terlahir di pelataran pantai utara

Wahai sahabatku penyair
Kebesaran mesti tersandang di bahumu
Diredam ulu hati saat kemarau melanda
Kesatria terus untuk kita yang jalang
Tuk jua mengembala pengemudi jalang
Karena bagi kita adalah sebuah kearifan.

Gul-Gul, 26/2005











TAUBATAN NASUHAH
­­­­­­­­­
Di ambang gemerlap kematian
Makin gaduhnya semesta ini
Makin kurus kerontang jasad ini
Kian tak terhitung  puja dan puji
Lantaran Israfil tuangkan desingnya
Ya, sangkakala itu


Kini, terdengar lagi dentuman kalbu
Merindukan kasih dan sayang sang Agung
Saat badai-badai memporak-poranda
Berjingkrak lawan penguasa

Dari seketsa itu, siangpun menjerit
Halimun menyulap kebisingan tika kelam berlalu dalam tangis
di rimba altar keramaian

Semua mengapung dalam mimpi
Terpejam....
Hujan deras mengalir dengan air mata darah
Dengan dosa-dosa
Astagfirulloh hal adzim minkulli dzambil adzim
Laa yagfiruddunubaa illa robbal alamin


Kini, setelah berabat fatroh dari kehidupan baginda muhammad
Engkau bentangkan ayat-ayat-Mu
Yang tak kuasa dinalar oleh segenap hamba
Wahai yang maha kuasa ampunilah segala dosa
Karena lewat sajak ini kan kuserukan ke seantero alam
Akan kiamat, neraka yang dinyalakan, sorga yang diasrikan
Taubatlah, tobatlah kawan...
Sebelum semuanya sampai hari penghabisan.
Lubangsa 2005

DUIT-DUIT PATAH

Duit-duit patah
Kedatangannya kusemarakkan dengan pesta pora
Karena aku tahu ia purnama ratui isada kamarku
Taklukkan kelam
Juarai selangkah
Dalam sebuah kelana pertempuran para santri

Tapi semua itu tak bisa kubanggakan
Sebab detik jam masih terlalu panjang dalam hitungan sebulan

Isada 7/6/ 2004




















JIWA PENYAIR

Mak, dahulu memng
Ibuku menjalani peristiwa serupa
Searah dalam hasrat yang diusung saat ini
Dahulu memang sebelum dia permaisuri
Pencaturan terus digeluti dalam dunia pendidikan
Laskar setia sebelum ajal membuntuti

Mak, sampaikan padanya meski dalam kealfaan
Dalam lengang dan keramaian
Bahwa nurani perjuangan yang terselip di dadanya
Masih mengakar dalam tubuhku
Merah menjadi darahku mak.

Dahulu memang ibuku pernah mendayung di lautan empedu
Sebelum ia cicipi manisnya madu
Bertempur dengan buaya-buaya besar
Dalam topan dan gelombang ia tawakal

Mak, dahulu memang
Sepasca pergulatan senyap berahir ia
Permaisuri menjanjikan tahta pada putra-putranya
Walau tanpa suara dan manuskrip
Karena putranya masih kecil bahkan ada yang dalam buaian

Oh. Kepergiannya bukan berarti punahnya janji-janji
Jua kasih sayang
Karena semenjak aku belum dilahirkan
Doanya membungkam kelam merajai semesta
Dengan tetes air mata
Di hadirat tuhanpun ia merekapnya
Mak, dahulu memang
Tak berguna untuk disulam kembali
Karena tak mungkin ia bangkit dan bersama lagi
Bernyanyi sebelum tidur
Bersolawat nan dzikir hingga nantinya hafal
Tapi tidak untuk sebuah ceritera

Ibu, bapak, saudaraku dan yang lain
Engkau telah sampai di muara
Tinggal menyaksikan petualangan
Mematri gulungan ombak kala beradu pantai
Banyak ikan-ikan mabuk
Tapi bukan karena lapar
Ada bahtera yang karam
Bukan pula karena usia ronta

Ombak-ombak itu terus ngamuk ke haluan
Kata orang modern
Bukan sembarang ombak  melainkan sains dan
Teknologi

O...
Apakah harus ada yang turun tangan
Demi perjuangan ikan-ikan dan nasip para nelayan
Atau dibarkan saja hingga semuanya
Bungkam tanpa paksa
Diam seribu bahasa

21/12/2005


RINTIHAN NEGERI IRAQ
  Akhul Muslimin Irak

Suara suara datang mendesau hangat
Tua muda ronta sekalian dicambuk hidup-hidup
Asap dupa mengepul bermil-mil jauhnya
Bagai teropong pabrik
Bermiliyar miliyar peluru hangus tusuk jantung dan kepala manusia mengalirlah air mata.

Dari negeri Abu Nawas         
Di rahim seribu satu malam muncullah kaset-kaset edaran dilahirkan Eropa
Banyak orang-orang duka balasungkawa
Ada pula tawa dan pesta
Karenanya seketsa telah tiba.
Dari negeri Abu Nawas
Rintihan pekik adalah nyanyian hari-hari
Darah dan peluru jadi santapan air mata
Mengawali janazah-janazah Aba, ibu serta keluarga
Masya Allah ada yang berkata.
Inilah saatnya engkau rayakan kematian. Bergembiralah dengan pesta berdarah.
Setelah berabat-abat aku digembala.”
Lalu seorang  bocah piatu berontak
Hai manusia terkutuk, ini bukan lagi perdamaian, Tapi soal dendam dan agama.”
Musim silih berganti
Riuh negeri itu terus memuncak
Rintihan pekik adalah seruan para syuhada'
Melihat generasinya habis ditelan senjata
Kemajunnya mendebu
Salamnya takkan pula bersatu.
Lubangsa 2005

SAMBUTAN PERTAMA
         :Lisha Nur Aini

Menyambut tegur sapa rindumu itu
Ruh kudusku kembali terhentak pagi hari
Yoga pada sorotan manuskrip lusuh  usia  pagi buta
Jiwa  temaram senja  kini kubawa berlari dan berlari
Menata cahaya di antara puing-puing rasa di altar jiwamu
Sampai nanti di batas piramid tua yang menanti

Pada sambutan pertama
Aku hadir mengendarai subuh, ingin memelukmu dengan secawan rindu  yang  lama ku titipkan pada Jibril, Lalu janjiku padamu membuncah, menembus langit bertahta di Arsy kerinduan dengan aroma Misyik abadi
Lalu kuajak kau mengenali dan menikmati pagi.

Pada sambutan pertama
Telah kunisbatkan diri ini menjadi pagi, yang baru kau sapa, kau nikmati indahnya, Embun fajar, gigil angin dan simponi pagi  adalah romantika Ruhku  yang nurani nan hakiki
Tanpa bisa kau paksa menjelma siang nan kelam atau sebaliknya gersang yang sekarat
Sebab damai bahagia adalah Ruh kudusku. Tenang romantika ialah  hakikat perjalananku
Maka bergembiralah kau bersama pagimu

Pada sambutan pertama
Tatapanku padamu rindu sunyi
Lalu kau lukis aku bak manusia sekarat rindu berdendang di atas padang ilalang basah hatimu
Seakan nyanyikan lagu-lagu rindu Robiah dan Rumi pada kekasih-Nya

Lalu kucoba mencumbumu dengan syahadah khofi kerinduanku, sebelum kau panggil aku pewaris tunggal kekasih Eva yang sejati.
Tapi di antara itu, aku tetaplah aku,  matahari tetaplah matahari, dan kau tetaplah kau
Yang tak bisa menjelma seperti mereka-mereka.


Pada sambutan pertama
Kau amini aku sebagai kekasih
Dan kuimani cintamu
Demi kejujuran yang melintas di antero kelam.
Lalu sabdaku pada
Perjalanan ini masih panjang Lish, kita akan selamat sampai tujuan,  jika terus waspada dan saling berhati-hati menyeberangi hutan belantara ini”.

Pada sambutan pertama
Kita restui tuk tanamkan cemara-cemara kesepakatan di ladang  hati  masing-masing
Bahwa matahari tetaplah matahari
Kau tetaplah Kau dan Aku tetaplah Aku
Ayo bersejajarlah bersamaku
tanpa harus menipu.

Senin  11/1/ 2010

BERSAMA KALIAN
     ; Buat murid-muridku  SMPP Tarate 2011

Air mata, mata air mengenang tangis
Melepas rindu
yang tak semestinya pecah.

Wajah wajah kalian hari ini tampak pucat menatapku berpuisi
Entah, malaikat apa yang merasuki pikiran kalian
Padahal peluit yang katanya sangkakala perpisahan itu.
Masih telalu pagi mengakhiri perjumpaan.

Sentuhlah berlahan hati kalian yang basah
buatlah tersenyum untuk menyambut puisiku
Sebab puisi ini dariku buat kemenangan kalian

Kemaren,  masih tampak di wajah-wajah kalian
Ratusan gejora semangat bertaburan
Berkejaran  seperti meneropong matahari
Sambil kalian berucap "citaku-citaku setinggi langit pak guru.
Lalu kulanjutkan pelajaran hari itu
Tentang kejujuran,  kerja keras perjuangan keihklasan dan kasih sayang

Dua bulan bersama kalian
Kutulis sketsa sejarah PPL di bawah matahari
Tiba-tiba pena di tanganku pecah, kertas-kertas putih berhamburan
Suara langit batin kalian seketika menggaduh merobek suasana
Kilatan riak petirnya menyambar
Tangan dan tubuhku dingin gemetar
Seperti tak kuasa lagi meuliskan kisah-kisah bersama
Lalu tubuhku terpental
menggeletak jauh
Dari sekujur tubuhku asap-asap cinta memanjang ke langit
menjadi awan
Membujuk hujan agar segera turun mengalirkan tinta sejarah
Pada kebekuan jiwaku dan jiwa kalian yang bisu.

Lihatlah di sana...
Di halaman tanah yang luas nan hijau itu
Di sudut-sudut ruang kelas
Di barisan bangku bangku
Di lembaran buku-buku
Ada satu kisah lembab masih tertulis basah
"perjumpaan segera usai, menunggu kalian di teras depan"  

Pada reputasi siang malam
Di wajah langit yang biru
Di pundak bumi hijau  di semesta penjuru mata angin
Usiaku berlalu di tengah keramaian kalian
Mengubah waktu menjadi struktur abjad
Hingga sempurna kuurai jadi kalimat-kalimat yang dapat kalian baca dan kalian dengarkan di pagi hari

Di atas bangku-bangku tua itu
Kalian duduk sopan tafakur sambil menatapku nan berdoa
Mengamini segala tausiyahku
Hingga di batas pelajaan hari itu

Air mata, mata air mengenang tangis
Melepas rindu
Yang tak semestinya pecah.

Wajah-wajah kalian masih tampak pucat
Berhentilah menatapku murung 
Karena itu akan merabunkan pendanganku juga pandangan kalian
Pada ketinggian cita dan angan warisan orang tua kita

Tahukah kalian...
Perihal setiap lafadz dari puisi yang kurafal?
Adalah detak jantung dan kristal-kristal pikiran
Yang jatuh bersama air mata batin di setip doa-doa dalam sujudku.

Dua bulan bersama kalian
Di kelas-kelas itu, telah kurakit beribu harapan
Menjala ratusan pengetahuan sains dan teknologi
Menembus kabut di altar gelombang
Mengarungi ribuan kota seberang
Sampai titik keberhasilan

Di batas kota perjumpaan ini
Ingin kukalungkan matahari di pundak kalian
Agar dari kalianlah, cahayanya dapat bersinar
Mewarnai jagat raya menabur rona dan wangi bunga bunga

Di sudut sudut ruang kelas sekolah
Kubiarkan Ruhku mengasap sesekali beku
Menyatukan resah gelisah luka duka cinta cerita canda dan tawa menjadi satu tembang kenangaan
Air mata, mata air  mengenang tangis
Melepas rindu
Yang tak semestinya pecah.

Hari ini ingin kurafal nama kalian satu-satu sesuai urut nomor absen
Mengalun dalam doa hening
Mengendarai bahtera alfatihah
Menggapai ketinggian angan cita-citamu.

Rehat ;
Apa  mungkinkah saat ini kalian dapat bersua dengan puisi kerinduan ini
Dari sobekan kertas atau lipatan koran-koran bekas
Di layar komputer atau buku-buku peninggalan masa lalu
Setelah lama kalian pergi menempuh cita

Tapi cerialah, pada  doaku untuk kalian yang tak terbatas waktu
Hingga nanti kalian duduk di bangku penuh kompetisi
Kuliah siang malam mencari jati diri
Atau bekerja seharian dari pagi
Atau Menjadi orator dan penggiat organisasi
Apa mungkinkah kalian sudah lupa pada nasihatku?.
Di kelas bertingkat itu, pastinya kalian tidak tertidur kan?

Oh, wahai murid-muridku
Aku sayang dan rindu kalian
Semangatmu yang dulu berkobar belingsatan
Seperti sinar mentari menyibak gelap mataku
Kini masih jelas terlihat
Ayo bangkit dan tersenyumlah jangan putus asa adik-adik, murid-muridku
Kalian satu-satunya harapanku nan ummat
Tak kiai, tak guru, tak pemimpin, tak pemerintah
Tak orang tua, tak teman, tak saudara, tak masyarakat, tak buruh
Dan tak kekasih
Semua menenti kalian tumbuh jadi figure arif yang bijaksana atau penyair yang jujur kesatria

Jalan terlalu panjang, bumi terlalu lebar, langit terlalu luas nan indah
solusi terlalu banyak
Untuk bersedih dan putus asa yang tak bermakna
Adik-adik, murid muridku, tersenyumlah
Angkat  mata kalian memandang langit
Lihatlah rona terang disana...

Atau menunduklah perhatikan hamparan bumi ini.
Terlalau banyak jalan keluar yang bisa kalian tempuh
Dan terlalu mahal untuk berhenti

Dan sebelum kututup dan kuakhiri salamku
Jangan lupakan Al Qur’an  dan gurumu kirimi doa
Buka hati setiap langkah pesanku
Agar kelak kalian dapat tersenyum
 Saat bersua dan saling berbagi

Assalamu alaikum kuucap sepenuh doa nan cinta
Assalamu alaikum kuucap sampai jumpa
Pada kalian semua, hai generasiku harapan bangsa.
Ambunten 30 /12/2011

BIOGRAFI SINGKAT


Rosi                Shobah  Arozi  IFSAL, Lahir      di   wilayah
              Pantura Desa Tambaagung Timur Kecamatan
              Ambunten  Kabupaten      Sumenep 86.  Aktif 
              Menulis dan bergelut di dunia sastra sejak di madrasah Tsanawiyah PP. Annuqayah. Ketidak puasannya terhadap sastra dapat terobati setelah dia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Guru Republik Indonesia tahun 2008-2012. 
            Di tengah kesibukannya pada pendidikan dia berusaha aktif dalam kajian kesusastraan Indonesia dan menjadi penggiat beberapa komonitas sasta daerah di antaranya Sanggar ANDALAS binaan M. Faizi El Kailan dan Komonitas  Pangestoh Net_Think Community binaan Al-Faizin Sanasren.
            Kecintaannya terhadap sastra dibuktikan dengan mencoba memberanikan diri mengantologikan dan mempublikasikan beberapa karya-karyanya seperti buku perdananya  PERSEMBAHAN  PENYAIR  yang saat ini sedang anda baca.
            Dan saat ini dia masih menggarap buku terbarunya “ POLIGAMI  DI ATAS ANGIN” yang insyaAllah tidak lama lagi akan segera terbit. selamat membaca dan menikmati. Untuk lebih jelasnya klik. www. Shobah.arozi@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar