BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAAHIM
..............
Baca puisiku dengan menyebut nama Tuhanmu. Karena dari setiap katanya adalah doa (2011).
dan berhati-hatilah dengan
puisiku, sebab yang pasti, kau akan menjadi diriku (2006).
Jujur.....
Aku ini adalah samudera
terbening setelah kautsar
Laksana embun
cintamu selepas subuh
Dan tataplah dengan
kedalamanmu
Jika engkau hendak
mengarungi
Kata-kataku adalah
air yang mengalir dari nurani
Ambillah jika engkau
dalam kehausan
Atau sekedar dibaca
saja untuk meneruskan
lakon perjalanan
hidupmu
Dalam diam
bukan berarti ia
telanjang melepaskan kata-kata(2005).
Curhat penulis
Saya haturkan puji syukur tiada tara kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, Pemilik hidup yang sebenarnya, Pemilik
daya dan kekuatan, Pemilik waktu dan
akal sehat serta Pelindung hati nurani. Dengan karunia nikmat yang senantiasa
terus mengalir hingga detik ini, memberikan
saya kesempatan dan peluang (waktu) untuk mengumpulkan tulisan-tulisan
(puisi) yang sebelumnya masih berserakan di beberapa tempat, dari seraran yang lama (2003) hingga yang baru usai saya tulis (2013). Tapi Alhamdulillah berkat kesabaran dan ketabahan, tulisan-tulisan
(puisi) lama sewaktu saya masih menimba ilmu di pondok pesantren dan tulisan-tulisan (puisi) yang
dibuat saat di bangku kuliah dapat dikumpulkan dan dirampungkan menjadi satu antologi tunggal. Bagi saya menemukan dan bisa
mengumpulkan kembali karya-karya lama yang serat dengan jibunan realitas dan sejarah hidup menjadi keistimewaan
tersendiri yang sungguh luar biasa. Apalagi
bisa digabung menjadi satu antologi yang dapat
dibaca sewaktu-waktu di saat
santai. Saya
berharap adanya buku ini bermanfaat, amin.
Tak lupa Kepada sang pendobrak kegelapan, pembawa berita indah dan
kebahagiaan, pewaris kejujuran, kesabaran dan kebijaksanaan senantiasa saya
memohonkan solawat serta salam agar terus mengalir kepadanya, karena berkat diriyalah, kebersamaan
menjadi lebih indah dan lebih bermakna. Begitupun dengan meniru
keteladanannya, antologi “Persembahan”ini bisa terbit. Meski sedikit agak
melelahkan dan estetik seadanya, tidak apa-apa kan?!
Dan kepada segenap pecinta
puisi di se antero, saya sampaikan salam puisi, karena
saat ini hanya puisilah yang dapat saya persembahkan untuk kalian sebagai pelepas dahaga dan pemandangan
batin pelepas lelah. Sengaja buku ini saya beri judul “Persembahan
Penyair” karena pada dasarnya puisi-puisi yang saya
tulis dalam buku ini kesemuanya berdasarkan fakta dan instrument hati. Adanya
karena ada peristiwa yang mencakup semuanya, baik dari sketsa permasalahan
cinta, kerinduan, riligi, sufis, social, pendidikan, lingkungan dan sebagainya.
Saya akui lahirnya puisi-puisi saya ini kadang datang secara spontanitas, dan bersama itu, merupakan
pantulan suara hati nurani yang secara spontanitas juga yang kemudian membentuk struktur kata yang dapat saya tulis
menjadi puisi. Dan terkadang lebih dari itu, masih
melewati gesekan kegelisahan demi kegelisahan. Saya menyadari sebagai manusia
yang tak luput dari khilaf, ke egoan yang terbentuk dari pikiran kadang bisa menghilangkan
keindahan dan kemurnian suara hati nurani saat dipuisikan. Maka dari itu,
dengan melalui perenungan demi perenungan secara mendalam puisi yang saya tulis
ini sudah dirasa dapat menyamai bunyi intuisi hati nurani yang sesungguhnya,
yang bisa memberikan kepuasan, kesenangan dan ketenangan tersendiri. Setidaknya kepada diri sendiri dan semoga juga untuk pembaca yang lain.amin..
Atas terbitnya buku ini, saya haturkan terimakasih seluas-luasnya
untuk segenap yang terlibat dalam penggarapan buku ini tanpa terkecuali.
Salerana Kai – Umiy, saudara mak Riyadi Sahreza, yang sangat mendukung atas
penerbitan buku ini, dan terimakasih atas doanya
kepada mpuk Alimah Madani, adik-adikku Nufal Ali syahbana, Yumsiyah dan Ali Bathsi
yang terikut menceriakan hari-hari
saat di wisma selama dalam penggarapan buku ini, juga terimakasih
banyak kepada; Abd. Muni Rozin dan Heri yang bersedia dengan senang hati
membantu mempercepat penerbitan buku ini, yang terus menghidupkan semangat
untuk terus berkarya; lora M.Faizi,
Faishal Er, Samsul Taswi, Abdullah Member, Sukur Rahman, Sofyan RH zaid
dan semua
rekan yang sempat nongkrong di sanggar Andalas. Tak terkecuali
rekan-rekan Di Pangestoh Net_Think community ; Mas Al-Faizin Sanasren dkk.
Sahabat Sanggar Bintang Sembilan, rekan-rekan sanggar Lentera .
Dan juga
terimakasih atas solusinya kepada
orang-orang yang paling dekat; teman, family.
Di akhir curhat, Selanjutnya puisi dalam buku ini saya
haturkan sepenuhnya untuk pembaca. Wassalam...
Sumenep 23
Mei 2013
Penulis
Shobah Arozi IFSAL
DAFTAR ISI
Curhat Penulis
02
Daftar Isi 05
Penyir 07
Tumbal 08
Selamat Pagi 09
Pertemuan di
Teras Kota 10
Sebentar Lagi 11
Dua
Wajah di Perpusda Kota12
Intuisi
Ina 1 13
Munajah 14
Untukmu 15
Diam Dalam Tuhan 16
Berkiblat ke Unesa 17
Di Batas Kota ini 18
Sajak Perjalanan 19
Puisi Hujan 20
Observasi Diam 21
Doa dan Cinta 22
Dipertemuan Itu 23
Awal Ensiklopedi Tercipta 24
Pada Kekasihku 25
Miftahul Huda 26
Intuisi
Ina II 27
Berita Sedih 28
Puisi Tuhan 29
Mawar Putih di
Wajahmu 30
Sketsa Perpisahan
31
Puisi Kepada Yang Alim 32
Kau 33
Menanti Kejujuran 34
Surat 35
Ganda Hari-harimu 36
Persaksian
37
Tidur
di Hatimu 38
Janji yang Tertunda 39
Sajakku Buat Penyair
40
Taubatan Nasuhah 41
Duit-Duit Patah 42
Jiwa Penyair 43
Rintihan Negeri Iraq 45
Sambutan
Pertama 46
Bersama Kalian 48
PENYAIR
Aku berharap
perahu-perahu itu berlayar ke tepi pantai
Setelah
ombaknya diterjang badai
Aku berharap
perahu-perahu itu berlayar ke negeri seberang
Di saat
kapal-kapal pesiar menghadangnya dari belakang
Aku berharap
perahu-perahu itu diam
kala bahariku
merona terang
Jujur.....
Aku ini adalah
samudera terbening setelah kautsar
Laksana embun cintamu
selepas subuh
Dan tataplah
dengan kedalamanmu
Jika engkau
hendak mengarungi
Kata-kataku
adalah air yang mengalir dari nurani
Ambillah jika
engkau dalam kehausan
Atau sekedar
dibaca saja untuk meneruskan
lakon
perjalanan hidupmu
Dari sketsa kedalaman
samudera dan kata-kataku ini
Aku harus
lebih jauh melayarkan diri lewat sapa
Kutunggangi
matahari dan rembulan
Mengelilingi
antero sepi dan keramaian
Sambil menapaki
jejak Hidir, Ibrahim, Nabi Muhammad dan Musa saat jadi pencerah
sebab jika
tidak
Dunia enggan terus
bersinar terang
4/1/2006
TUMBAL
:Ach. Nurhadi Mukri
Belajar pada
sejarah kepemimpinan
Aku melihatmu
duduk di atas singgasana
Dengan satu bolpen di saku
Dan selembar
kertas berisi perencanaan di tangan
Belajar pada
sejarah kepemimpinan
Di perjalanan
itu, aku melihatmu menatap cahaya silau menderang
Ada apa
gerangan tiba-tiba kau tersenyum dan menadahkan kedua tangan
Padahal engkau
sedang berair mata
Belajar pada
sejarah kepemimpinan
Aku
menjumpaimu bersujud
Seperti
berharap kebajikan dan petunjuk segera turun
Lalu kau
dermakan segalanya milikmu
Pada mereka
yang terus lalu-lalang menghamba
Dalam
perjalanan di altar rumah di balkon bertingkat, dalam kelas di ruang pimpinan
Kau diagungkan
tapi dicerca
Kau dibutuhkan
tapi dilumuri persoalan
Di kampus
kuning itu, aku dan keramaian menyaksikanmu jadi tumbal
Separti
histori sang baginda Rasul Muhammad saw. kembali menyapa
Di sela-sela waktu
Pada saat kau
ingin berbagi
Aku sedang duduk di
sampingmu
Dan katamu “pemimpin harus siap jadi tumbal, miliki
jiwa yang besar dan bijaksana”.
2013
SELAMAT PAGI
Selamt pagi wahai…
Sepagi hatimu nan damai
Kelam resah gelisah luka duka perih
Mungkin sejenak kau tinggalkan bersama puisiku
Membaca ayat ayatku yang lugu
Hingga tak membuat jiwamu ronta
Hati tentram tanpa suara
Kau manjakan dalam jiwa
Selamat pagi wahai...
Sepagi hatimu yang
basah
Mungkin sebentar lagi kau 'kan tinggalkan puisiku
Menuju lempengan waktu penuh sesak laksana hari-hari
kemaren
Mengejar anganmu yang kian melangit
Tapi yakinlah...
Sekali baca Puisiku pancarkn ratusan mukjizat ke seantero
jiwamu
Menyumberkan ribuan kata dan cinta
Selamat pagi wahai...
Ssepagi rinduku menyapamu.
Semoga esok pagi
Anganmu dapat mengendarai semesta.
Tamb Tim 24 /4/'2011
PERTEMUAN DI TERAS KOTA
: Adinda
Rabuku datang
membawa senyum dari wajahmu
Menepi ke
ngerai hati mengakar ke sanubari
Sapaku menciut
ke celah-celah jantungmu
Saat tiba waktuku bersua di teras kota
Tempat
buku-buku dan nalar para ilmuan ditata
Di teras
balkon perpusda kota itu
Telah
dilakonkan sepotong kisah kasih tentang cinta
Memecah mimpi
yang baru saja dicipta
Lalu mimpi itu
terbelah oleh senyum dan
tegur sapaku
Kau baca
segala apa yang ada
Dan kubaca segala apa yang kau
cipta
Seprti
sepasang pengantin beradu pandang
Saling mengerlingkan
mata dengan senyum padu merindu.
Oh. Aku malu pada matahari yang mengintip dari celah-celah fentilasi
Sepoi udaranya
hilir mudik melintas di lembaran buku-buku dan Koran yang kubaca.
Ada apa
gerangan tiba-tiba ada yang datang mendekatiku
Tetap kubaca segala apa yang kau cipta
Oh. Mungkin sekali ini kita bisa duduk bersanding
Bersafari dan bertegur sapa
bercanda ria sambil keliling kota
Setelah
kubaca segala yang ada
dari apa yang
kau cipta.
Di sketsa itu, aku nyaris
sepenuhnya jatuh cinta
Panggung 19/5/
2010
SEBENTAR LAGI
Sebentar lagi
aku kan datang menyambutmu
Dengan secawan
madu
Yang diperas
dari lintas lazuardi
Sebentar lagi
waktunya kita barsenandung kembali
Menyingkap
rahasia hari-hari mahabbah
Di mana kita
dilahirkan nan pula ditinggalkan
Saudaraku...
Mari kita rayakan
lagi
Karena
matahari tak pernah ingkar
Zaman tak
pernah tertipu bujuk rayu
Nurani terus
tumbuh subur
asri di lereng
prasasti sejati
Saudaraku...
Tahukah engkau
Perihal hiroglif yang tertulis itu?
Adalah ruh
ibunda yang kan terus abadi.
4/005
DUA WAJAH DI PERPUSDA KOTA
Bagiku…
Puncak gejolak dunia terbesar
Dalam jiwa
Bukanlah meletusnya perang Nagasaki
dan Herosima
Tapi …
Sebuah kisah kasih
Persidangan
dua wajah kembar
Antara, bulan
dan matahari
Di lintasan Januar dan Mei
Pada pertengahan kalender cinta
kehihupan itu
Aku datang memenuhi undangan mereka
Pangggung 30/9/ 2011
INTUISI INA 1
Sejuta lagkah terurai
Meninggalkan manuskrip kata dan sabda
Dulu mana ruang dan waktuku diam
Sudut-sudut masjid Kamar-kamar kecil lampu pijar balkon
dan trotoar kota
jalan setapak sawah hotel taman safari berdendang serunai dalam sajak-sajakku
Meminangku
jadi seruling emas di bibirnya.
Dan aku tak bisa berbuat apa-apa..
Selain bersabda
“Pinanglah
aku dalam doa
Hingga
ke muara di jantung ibu kota hatimu.”
Lalu Aku tak bisa bertanya tentang apa
Atau jangan-jangan aku tlah berdosa
Karena Setiap hari tak lagi memikirkan mereka.
Ina, Karenamu aku kembali ada dan mencipta.
panggung 19/4/ 2011
MUNAJAH
Dari sudut wisma-Mu
Kusaksikan air mata hinggap bertubi
Mendewakan serangkai hijaiyah
Teralun sunyi
Nama-Mu terbuai...
Menafikan seluruh kemusykilan fatamorgana
Hingga jiwa tiadalah hanya jiwa-Mu
Nafas melainkan nafas-Mu
Yang terlahir dari Kun-Mu
Oh.Wahai...
Dermakan aku kasih sayang
Leburkan aku dalam cinta sejati
Layaknya Ibrahim, bagindas Muhammad, Robiah Rumi dan
Hallaj dalam menanti
Hingga saatnya aku pergi
An_Nuqayah
2005
UNTUKMU
Wahai…
Waktu ini sangat berarti untukmu
Tika kau
jalani untuk bermain
Tak ingin aku
jadi kendala bagimu
Dalam tegur
sapa dan senyummu yang rindu
Merantaulah seperti sediakala
Mengejar
Lailatul Qadar di ketinggian kelam
Dan tidurlah merafal firman Tuhan
Yang hingga kini
terus melampaui masa depan
Bila kusambut
suaramu di sepertiga malam
Jangan lupakan hakikat bulan
Pandanglah
ia, sebab pancaran cahayanya memar
bersama
Kearifan dan kerinduanku
Wahai, Jangan keburu bermimpi menyambut
Jibril
Selama ia
masih dalam bayang-bayang
Mimpi itu
adalah fata morgana Lish
Yang jelas
melahirkan ambigu
Dan bila
kumenyapamu dengan rindu
Ialah jawaban suci
Atas baiat
kerinduanmu padaku.
13/9/09
DIAM DALAM TUHAN
Di pelepah
si bayang kelam
Kuimlak
lagi usia yang lapuk di curah cakrawala
Geliat melodi
yang mengalir di kerling masa datang
Saat
gulungan gelombang dahsyat terjang kepribadian
Aku haus dalam
kata-kata
Karena tak
pasti kan terapung pada pantai
Di penghujung
nalarku
Aku tak kuasa
diam tanpa tawakal pada yang Esa
Karena tiada siratal mustaqim tanpa ridho-Nya
Hanya sembah
kuhaturkan dalam bingkai sandiwara fana
Sebab Kau cipta
bahtera
Oh Tuhan ..
Tiada jahanan
ditakutkan
Bukan pula
nirwana kuimpikan
Tapi kasih
sayang yang engkau janjikan.
MAK 2004
BERKIBLAT KE UNISA
I. Herdiana
Di
balkon ruang ber AC
Cawan
cintaku pecah
Mengurai
sejuta rasa ke ruas pori-pori
Dinding-dinding
jantungku bergetar
Gigilnya
membuatku
tenggelam di matanya
Liris-liris Bening matanya melilit jantung
Lumpuhkan aku hingga tak bersuara
Membuai pada gerimis rasa
Lalu cintaku berkiblat ke Unesa
Dalam seruan khusuk talbiyahku
Sesekali kuingin bangkit jelajahi Arofah tubuhnya
Memasuki Multazam kerinduan dari celah-celah hati yang
tertutup rapat
Berlari-lari kecil menuju Sofa dan Marwah hatinya
Mencium Hajar aswad di keningnya
Lalu bersemayam di Muzdalifah batinnya.
Di padang Arofah tubuhnya kutitip salam pada debu-debu
pada nafas
yang hilir mudik di sekujur tubuhnya.
“Adam Kini
datang, untukmu menjadi Hawa”
Jika kaukah itu In…
Restui aku mempermaisurikanmu walau dalam puisi.
Sebelum
Tuhan mengenangku pergi.
Panggung 21/ 4/2011
DI BATAS KOTA
INI
:N. Qamariyah
Cukup
di batas kota ini
Sejarah
menuliskan kisah kelana cintaku bersamamu
Sebab mengayuh sampan menuju kota seberang
Jaraknya teramat jauh jika hanya
Tuk membangun sebuah piramid kemesraan
Meski kau terus membujukku
Aku hanya takut nanti kau tak kuasa
Menyapa haus yang sekarat di bawah matahari
Membendung ombak yang melabrak sekuat badai
atau gigil yang siap bekukan bulu kudukku dan darah di
sekujur tubuhmu
Lalu
bagaiman dengan diriku…
Haruskah
terus megayuh sampanku hingga kota
seberang
Atau
melepaskan
pancernya,
lalu menghiburmu dengan sedikit
kemesraan demi keselamatan
O, tidak
Sebaiknya kita tunda saja
hasrat pemberangkatan ini
Sampai
tubuh dan hati ini
Benar-benar kuat dan menyatu.
Panggung 30 / 9/2011
SAJAK PERJALANAN
Di sini aku
berjalan di lereng bukit-bukit
Berjalan
bersama malaikat-malaikat
Ada perindu
Luapan asa
menari-nari di kuncup kasturi laksana kehidupan
Kepergian itu
mesti tiba
Kerena di
sisi-Mu hanyalah kefanaan
Sementara
dzarrah yang tersematkan pada-Mu adakalanya kepalsuan
Ketimbang
kentara kun-Mu atas keharibaan
Maju ke medan
bukan arti terpaksa dan pula materi ditanam
Melainkan hanya
satu
Sebab anyir
darahku tiada tanpa dilahirkan dan rimba tak ada tanpa akar
Oh...
Cuma satu
wujudku bertamu melewati hadir-Mu
Jibunan
kata-kata lebur senggamai jiwaku
Bukanlah suatu
kenistaan atau kepasifan
Karena Cuma
satu
Antara aku dan
Engkau semata penghambaan
9/6/2005
PUISI HUJAN
Andai kalian bisa menjamah langitku
tika kuturun jalan
Pastilah kalian berucap
“Kini saatnya
kubersamamu diam dan membaca”.
Andai kalian paham pada retorika anginku
Tentulah kau berucap
Waa laikum salam. Senang kau datang bertamu
… lalu.
Langit
dan anginku membisu
berlikkuk memanjang menembus kedua mata ke hatimu
Seperti pelangi
Terangi
tubuhmu yang ribuan hari mencekam
Lalu
kau tersenyum dan berucap
”Kini, aku yakin, hakikat semestamu hanya
untukmu”.
Begitulah
seputar kisah
tentang
aku padamu.
Lalu
Bagaimana dengan kabarmu disana…
Ambunten 23 /4/ '2011
OBSERVASI
DIAM
Observasi diamku senggamai diammu
Menjalar hingga ke seluruh pori-pori
Satu persatu kutawafi mihrob di sekujur
tubuhmu
Berharap dapat kujumpai satu warna
Dari kehidupan yang kucari
Kini madu takdirku tinggal secawan
Kusimpan baik-baik untukmu kelak
'Tika kita bersama
Di observasi diamku padamu
Kupanjatkan sebuah doa panjang warisan nenek moyang
Berharap kau segera datang
Membawa bintang gemintang
Dengan wajah tersenyum purnama.
Ambunten 23/4/ 2011
DOA DAN CINTA
Cobalaah sesekali kau bangun
menembus kelam lewat tahajjudmu
Melepas
penat dalam taqwamu
pada kekhusyu'an sujud dan syukur.
Lalu...
Rangkumlah gelora mimpi-mimpi besarmu
Jadi doa
Lantunkan dengan suara tangis nan merdu
Getarkan semesta tubuhmu segetar-getarnya
Hingga air matamu mengalir
dan beku menggumpal
jadi kehidupan di antara ribuan juta malikat yang hadir
Beristigfar mengamini sapamu
Mengiringi detak jantung sujudmu
Karena dari setiap kata pengaduanmu
Adalah doa
Dan cinta
Ambunten 15 /5/2011. :3,16
DIPERTEMUAN
ITU
:Putri
Berawal dari
pertemuan di kampus kuning
Ia melautkan rindu lewat imaji ke otakku
Mengukir wajah dan senyumnya sehijau cemara pada kebekuan anganku
lalu diamnya mengalirkan rasa
Di atas angan kucoba napak tilas ke sekujur
tubuhmu
Sambil berdendang menyanyikan lagu-lagu daerah kesukaanmu
Dan tarian-tarian seperti muangsangkal sesegera mungkin kan
kupersembahkan juga untukmu
Lalu seketika angin berhembus
Menyisir berita
hangat tentang pertemuan di hari itu
Entah untuk siapa, aku belum mengerti
Tiba-tiba dari ufuk
barat
Sinar melengkung mengawal matahari datang menghampiriku
menyorot wajahku dengan cahayanya
lalu mebisikkan persaksian cinta
”Ikatlah dan
kalungi dia dengan cahayamu atau cahayaku bila kau suka”
Sungguh tak terduga
Dipertemuan
itu
Aku melepas
rindu...
7/ 2011
AWAL ENSIKLOPEDI TERCIPTA
:KH.
Muallif bin Ja’alna
Dari usia
berangkat tua
Ilusi
mengawali persemaian kata-kata
Bongkahan
batu-batu di nisan karang
Lucuti
kening ke antero purba kala
Dan kemboja
dengan isyarat nila menua
Di pasca
prosesi pertama ngerai sunyi
Nalarku
terbakar serpihan masa lalu
Sebab, nelayan
bercumbu lautnya
Petani
bercumbu ladang
Buruh dan para
kuli bercumbu tuannya
Dan bayi-bayi
terlelep dalam kasih ibundanya
Pada awal
lazuardi merekah musim berpanin
Dunia sirna di
bayang angan
Pijakan langkah kakiku gontai mengawali perpisahan
Berlari-lari
seorang benahi janji
Jauh hingga
terasing
.....Sekian
bulan berlalu
Kau bertekuk
lutut pada lengang
Membawaku
semayami jiwamu bermisykat doa-doa
Jadikannya
sebuah mimpi panjang
Lalu
menyambutmu tiada
” Iinnaa Lillaahi
Waa Innaa Ilaihi Raji’un”
dunia berubah
warna , pagi tertusuk nalar
kubaca sebuah doa
“Allaahummagfir lahu war hamhu wa afiihi wa’fu anhu
Bismillahi waa alaa millati Rasuulillah....
2005
PADA KEKASIHKU
Usai senja
Tiba-tiba di ujung
jemariku mengalir bahari mimpi
Menuju muara
hatimu yang rindang
Debur ombaknya
beradu karang
Beristigfar
atas segala kekhilafanku di balik simponi anginmu yang lugu
Gigil dinginmu
merayap ke segara
Batu-batu
karang kerinduanku basah oleh
senyummu
Dan
pasir-pasir di tubuhku beku.
Hamparan buih
yang menghujan dari benakku
Terpaku di
atas cahaya terang sorot matamu yang tajam
Oh , Elish...
Di sini kuhanya
mengingau dalam potretmu
Memanggil
lirih gigil anginmu yang berlalu
Eeliish.
Eeliish...
Jika nanti
kerinduan ini terpaksa merapuhkan kefanaanku
Pasti
segalanya akan kerontang
Lusuh tak
bernyawa terkikis waktu
Elish...
Bertasybihlah
denganku
Beristigfarlah
bersamaku
Bertamhidlah
bersamaku
Bersholawatlah
bersamaku.
Bersholatlah
bersamaku
Jangan kemana-mana
dulu
Hingga jiwa ini
benar-benar menyatu.
Ambtn 13/2/ 2010
MIFTAHUL HUDA
Miftahul
Huda
Idzinkan
aku menyebut dan mengenangmu sebatas saja
Kaulah
darah, hati dan jiwa para ilmuan
Yang mengalir ke sulbi-sulbi insan
Meluas membahana ke cakrawala ilmu
Dalam muara kehidupan.
Miftahul
Huda
Bagai Al-Kautsar nan suci mengalir
Bagai ruh dalam kehidupan
Bagai samudera tak
bertepi
Engkau mengalir di atas bermilyar beban dan hasrat para
nelayan
Tuk kurung segala nesta dan kejahilan
Karena
akulah penghuni kebodohan
Atau
para nelayan itu.
Dan kau denyutkan hati seluruh insan.
Miftahul
Huda
Suaramu
pada kehidupan yang dulu mekar mengikrarkan kemerdekaan
Kini telah datang mengendarai matahari
Bersama purnama, bintang nan angin syakal
Kau tersenyum menatapku telah merdeka
Menatapku penuh cahaya dan haru.
Miftahul Huda…
Akulah curahan kasih sayangmu itu
Yang semenjhak dulu kau papah, kau tuntun dan kau bimbing
aku
Dengan
segala kearifanmu.
Miftahul
Huda, bagiku
engkaulah segalanya.
Panggung 2008
INTUISI INA II
Hampir saja aku terperanjat luka
Menjalani takdir yang suram
Sejarah telah buta
Tak mampu memperlihatkanku rona dan fakta
Sejarah mungkin telah luka
Tak lagi memberikan obat dan cinta.
Lalu aku bingung
Akan datang mengadu pada siapa.
Tiba-tiba lewat kelembutan dan keajaiban takdir
Kau datang mengendarai selembar puisi
Membawaku ziarahi padang imaji
Menembus dunia moksa ribuan penyair
Di sampingmu
Dengan petikan dzikir-dzikir sajakmu
Aku tersadar
Tersenyum kembali menyambut rona makrifatku
Dalam riyadhoh cintaku
Telah kukubur segala resah bersamamu.
panggung 19/4/2011
BERITA SEDIH
: Om KH.
Di kaki langit
Kulayarkan
bahtera pada setumpuk belati
Lalu pergi nan
jauh
Tapi bukan
sebab belati itu
Sayatan
samudera bertepi tepi
Bocoran zamzam
dari pintu ke pintu kian tak terkendali
Dalam
pelayaran Sarang Lirboyo dan Sidogiri
Di serambi
Masjid Zainul Muttaqin
Perhelatan
terjadi
Ketika Rakib dan Atit
Malik Ridwan
sibuk berdiskusi
Saat Mikail
pegang gagang kendali
Tiba-tiba tikammu
mematung mimpi
Meski kau tahu
itu laknat
Dan tak boleh terjadi
Ambunten 2003
PUISI TUHAN
Kala saatnya
tiba semuanya dalam kebingungan
Kerena ada
tuhan menangis
Karena ada
tuhan rakus harta dan kekuasaan pun kehormatan
Karena ada
tuhan mati..!
...akulah Tuhanmu
Sembahlah
aku..!
Ingin kau
mengenalnya.?
Itu adalah
kewajibanmu
Oh..
Menangislah
Bersujudlah
Bertawakkallah
pada-Ku
Jika nanti aku
datang padamu lalu bertanya
” Siapa
Tuhanmu”
Jawablah
”Allahu Robbiy”
Jika nanti aku
datang padamu lalu bertanya
”Di mana
Tuhanmu”
Jawablah” Fii
Qolbiy”
Jika nanti aku
datang lalu menikammu
dan
bertanya”seperti apa Tuhanmu”
Tersenyumlah,
ungkapkan lirih
”Seperti perih
dalam tubuhku”
Lalu duduklah
Peluklah jiwaku katakan sehati
05/005
MAWAR PUTIH DI WAJAHMU
:Adinda
Seperti saat
kulihat
ada mawar
putih merona di wajahmu
Menguapkan wewangi
semerbak ke batinku
Basahi
ladang kerinduan
Yang hampir
kering membatu di tengah yoga kemarau
Setelah
lama kubiarkan beku
Ada mawar
putih merona di wajahmu
Subur rimbun
di hatiku
Dari satu
jadi seribu menjalar ke ruas seantero jiwa
Embun cinta
menetes dari tangkainya
Hinga darah
tubuh jantung dan jiwaku
Merona
lembayung
Mengalir seakan melukis wajahmu
Dan di
balik sekarat rinduku malang
Kusiram ia
dengan dzikir-dzikir doa
Agar kelak
dikemudian hari
Ia makin subur
mewangi
hijau
berkalungkan mahkota di sampingku.
Panggung 19
/5/2010
SKETSA PERPISAHAN
: Teman di ma’had
Jika matahari
itu telah terbit
Mendayung kita kepenghujung mimpi
Dan gerbang
terbuka lebar bersama desing
sangkakala
perpisahan.
Maka jalan
beraspal kan mengenang air mata
Sebelum ada
tawar menawar
Sebelum
semua sampai ke dermaga
Kibar bendera
tak jauh kan segera dikibarkan
Menancap setiap
mata sendu di semenanjung lara menuju seberang ke aorta
Saat kata-kata
hanya sebatas kerinduan tangis bertaring kemandulan dalam persaksian.
Pagi hari
kembali bertamu kelaut mimpi
Senyumnya
adalah giris bisu ulu hati bermisykat nurani
Sebelum berkhalwat
menyisakan prasasti.
Alkisah,
sepanjang jalan terjal yang terlewati itu penuh rona mesteri sabuk rindu
Di mana hujan
meramu tanah
Sungai-sungai
mengalir ke muara
Matahari
terbit purnama terbenam, kemarau datang membujuk waktu basah dan semi menuntut
kesetiaan sang gugur atau pada sepasang jiwa bertali kasih
Lerai dalam
sekaratnya memangku rindu
Pada janji
musim yang mesti berulang
Sebelum
semuanya dipertemukan
Sebelum ajal
menentukan hasta pertanggung jawaban.
Dari seketsa
air mata perpisahan ini
kehidupanku
merantau ke alam moksa berjubah topan menanti air mata angkat bicara
Oh. Maafkan.
Aku
17/3/06
PUISI KEPADA YANG ALIM
Setelah
kusisir kembali kungkungan dalam pelita
Engkau
mengenal dan menatapku tawakal
kau lebih
curigai tumpuan hatimu yang dalam
Dengan
kerlingan mata sambil tersenyum
Menatap
langkah-langkah dari nalar perjuangannya.
Lalu kau
berbaik hati setelah puas merasakan segala
Menghitung
angka-angka kemenangan dengan jari jemari
Hingga hilang
kesadaranmu
Di katup mata
yang rindang
[
Dan aku harus
merantau lebih jauh di balik kepulasanmu
Menuju puncak
kerajaan tertinggi dunia ini
Walau tanpa
searah rasa
Sebab aku
yakin petuahmu adalah bekal sepujagat
Tuk melangkah
bersama pelita yang ditangisi
Lalu ada yang
bersuara
”Wajar karena
itu kewajibannya”
Celetuk
lainnya
”Akupun juga
kewajibannya”dan seterusnya.
Dialok itu tak kunjung padam
Sampai
matahari dan bulan terbenam kembali
Sebelum yang
alim mengoreksi diri
Maka
keberadaanku kini telah kentara
Jauh dari
pondasi awal usia dini
Dan maafkan
pada seluruh orang tua
Jika saat ini
aku menumpuk jibunan teka-teki
Yang siap
dihadapkan padamu kelak
Sebagai bekal
pertanggung jawaban.
27/12/005
KAU
Kau...
Siapakah sebenarnya kau
Yang datang padaku tiba-tiba menghentak
Menimbunkan sejuta rasa dan gemerlap
Hingga membuat tubuhku lunglai tak berdaya
Menggigil
di sepanjang genangan air yang bermuara ke hatimu.
Di rintik detak jantung dan perasaanmu
Idzinkan kupetik dawai kerinduan ini
Dengan irama syair-syairku yang syahdu
Sebab aku sangat rindu
Dan…
Lewat do’a
Di hatimu kulukis rindu.
Tam
Tim. 20/4/2011.
MENANTI KEJUJURAN
:Syukurrahman
Satu jawabanku
tak pernah terungkapkan
Dalam ngerai
menanti sebuah kejujuran
Ketika kau
berjalan di lempeng-lempeng waktu
Mencari titik
kepastian dengan lagu-lagu cinta
Yang dirilis
ulang
Maka, akupun
sudah demikian larut
Dan jika
engkau pandai menanam rahasia langit dan bumi
Di wajahku
Membajaknya
dengan ucapan sandiwara
Memeliharanya
dengan kedip matamu yang lapang
Maka, akupun
sudah demikian larut
Nan pula jika
engkau mudah melukis kehidupanmu
Di jalanku
Maka, akupun
sudah demikian larut
Dalam sebuah
penantianku
Maka, akulah
jawabanmu.
26/12/005
SURAT
I
Suratku terserat rapi
Terbaca jauh
di atas gelombang
Dengan harga
mati nan bisu aku menunggu
II
Tiba –tiba
Suratku terjawab saat Dzuhur
Kala
orang–orang terlelap tidur
Senyum dzikr lembut
memibiasi jiwaku
Syukurku
melonceng
Pada
ketinggian luas langit
Menembus
sitratul muntaha
Altar Dzat
Maha Agung
Dan di siang
kemarau itulah
Aku datang
menghadap Tuhanku.
Membawa surat
dengan sekapur hamdalah
Panggung 22/5/
2010
GANDA HARI-HARIMU
I
Telungkuk
menyapa musim
Mengejar
percikan bias wajahmu
Aku merantau
di atas padang asin
Berbekal
sandiwara fatamorgana
Menanti alammu
kuncup bermelodi
II
Kurangkum
hidupmu dalam doaku
’Tika yang
hadir Cuma bayang-bayang
Kutaruh namamu
pada rongga salamku
’Tika teka
teki tak lagi terjawabkan
Sementara aku
bukanlah seorang perwira
Atau pula
kawanan berdasi
Melainkan
hanya penikmat rasa
Yang mampu
mengukir sajaknya untuk berbagi
Annuqayah
16/9/2005
PERSAKSIAN
I
Setelah sekian
lama mengurung dalam tuhan
Baru kali ini
aku dilahirkan
Dengan nama
baru
Shobah Arozi IFSAL
II
Dunia
menyaksikannya
Kagumnya
berkasta-kasta
Pujian
gaduh datar dalam sapanya
mengerai
seluas samudera
Lalu kusujud dan bersyukur
Atas segala
nikmat dan karunianya
Subhaanallaah hu Robbi
Wabihamdih.
25/12/2005
TIDUR DI
HATIMU.
:Imra’atussolihah
Sepanjang malam
Aku jadi matari yang tenggelam di hatimu
Mewarnai
mimpi-mimpi indahmu
Lalu kutidur menabur nyala
Menunggu subuhmu basah berembun
Dan di setiap tegur sapamu
Kurasakan kerinduan memuncakkan gelisah
Di sepanjang hari
Kukendalikan bulan purnama merekah
dalam puisiku
Menyeberangi setiap barisan kata yang kurangkum
Mendasari intuisi hatiku dan hatimu yang padu membatu
Agar di malam hari nanti mimpiku dapat terbaca
Lalu, jika tiba-tiba bulan purnama datang
Menampakkan wajahnya bertuliskan puisi
Mengirimkannya pada jagat hamparan bumi
Janganlah kau kaget sayang,
Sebab semenjak
itulah, cintaku padamu abadi di bulan puisi
Panggung 30 /9/ 2011
JANJI YANG TERTUNDA
:M. Riyadh di BRI Tower
Awalnya hidup
dalam dinginnya senyum
Saat dunia
laksana embun pagi
Dan hari
adalah tawa gerimis
Dari ngerai
tafakkur hari datang
Bersama janji
ia segera pulang
Nan sebab pula
karena diundang
Jum at dunia
ini kusulap jadi sebaris kata
Dan ria meraja
lela memadati dinding-dinding kalbu, menyapa rembulan sampai di titik
lazuardi
Menjadikanku
kepayang menanti
Sabtu.
Kepastian erat mengakar di ulu hati
Menjadikanku
berwajah utara
Bermata
semenanjung jalan
Namun tak jua muncul sambut tawa
Melainkan ruah tanya membabi buta
Tentang keselamatan yang tertunda
Lusanya hidup kian beku
Gigil harapan telah muncul berduri
Sebab tak kuasa lagi terhadap
gundukan teka teki
Hidupku buram, entah berapa detik atau
berkepanjangan dan
janjimu tetap kutangguhkan
bersama rintik air hujan
Malam hari...
Dalam kebisuan mencekam
.......Sampai kembali engkau
keharibaan
Untuk melukiskan lagi batang
harapan
Karena janjimu
aku bisa menyulap dunia tertawa
Atau
sebaliknya luka sampai bersua esok hari
.......hakikatnya
wahyu
Selagi masih
ada lembaran nurani
Yang diboyong
dalam mimpi Ilahi
02/12/2005
SAJAKKU BUAT PENYAIR
Ketika aku
mengatakan
Ada sama
dengan fatamorgana
Absen mungkian
jadiada
Karena penyair
adalah jiwa kesatria
Dalam piyama
fana
Di wisma maha
raja
Kataku pada
Khairil Adalah kesatria
Dalam ucap
seribu tahun lagi untuk hidup
Hari kemarin
dan esok adalah hari ini
Bagi Rendra
sabdaku misteri
Dan ibu
berselendang bianglala
Cukup terlahir
di pelataran pantai utara
Wahai
sahabatku penyair
Kebesaran
mesti tersandang di bahumu
Diredam ulu
hati saat kemarau melanda
Kesatria terus untuk kita
yang jalang
Tuk jua
mengembala pengemudi jalang
Karena bagi
kita adalah sebuah kearifan.
Gul-Gul, 26/2005
TAUBATAN NASUHAH
Di ambang
gemerlap kematian
Makin gaduhnya
semesta ini
Makin kurus
kerontang jasad ini
Kian tak
terhitung puja dan puji
Lantaran
Israfil tuangkan desingnya
Ya, sangkakala
itu
Kini, terdengar
lagi dentuman kalbu
Merindukan
kasih dan sayang sang Agung
Saat
badai-badai memporak-poranda
Berjingkrak
lawan penguasa
Dari seketsa
itu, siangpun menjerit
Halimun
menyulap kebisingan tika kelam berlalu dalam tangis
di rimba altar keramaian
Semua
mengapung dalam mimpi
Terpejam....
Hujan deras
mengalir dengan air mata darah
Dengan
dosa-dosa
Astagfirulloh hal adzim minkulli
dzambil adzim
Laa yagfiruddunubaa illa robbal alamin
Kini, setelah
berabat fatroh dari kehidupan baginda muhammad
Engkau
bentangkan ayat-ayat-Mu
Yang tak
kuasa dinalar oleh segenap hamba
Wahai yang
maha kuasa ampunilah segala dosa
Karena
lewat sajak ini kan kuserukan ke seantero alam
Akan kiamat, neraka
yang dinyalakan, sorga yang diasrikan
Taubatlah, tobatlah
kawan...
Sebelum
semuanya sampai hari penghabisan.
Lubangsa 2005
DUIT-DUIT PATAH
Duit-duit
patah
Kedatangannya
kusemarakkan dengan pesta pora
Karena aku
tahu ia purnama ratui isada kamarku
Taklukkan
kelam
Juarai
selangkah
Dalam sebuah
kelana pertempuran para santri
Tapi semua itu
tak bisa kubanggakan
Sebab detik
jam masih terlalu panjang dalam hitungan sebulan
Isada 7/6/
2004
JIWA PENYAIR
Mak, dahulu
memng
Ibuku
menjalani peristiwa serupa
Searah dalam
hasrat yang diusung saat ini
Dahulu memang
sebelum dia permaisuri
Pencaturan
terus digeluti dalam dunia pendidikan
Laskar
setia sebelum ajal membuntuti
Mak, sampaikan
padanya meski dalam kealfaan
Dalam lengang
dan keramaian
Bahwa nurani
perjuangan yang terselip di dadanya
Masih mengakar
dalam tubuhku
Merah menjadi
darahku mak.
Dahulu memang
ibuku pernah mendayung di lautan empedu
Sebelum ia
cicipi manisnya madu
Bertempur
dengan buaya-buaya besar
Dalam topan
dan gelombang ia tawakal
Mak, dahulu
memang
Sepasca
pergulatan senyap berahir ia
Permaisuri
menjanjikan tahta pada putra-putranya
Walau tanpa
suara dan manuskrip
Karena
putranya masih kecil bahkan ada yang dalam buaian
Oh. Kepergiannya
bukan berarti punahnya janji-janji
Jua kasih
sayang
Karena
semenjak aku belum dilahirkan
Doanya
membungkam kelam merajai semesta
Dengan
tetes air mata
Di hadirat
tuhanpun ia merekapnya
Mak, dahulu
memang
Tak berguna
untuk disulam kembali
Karena tak
mungkin ia bangkit dan bersama lagi
Bernyanyi
sebelum tidur
Bersolawat nan
dzikir hingga nantinya hafal
Tapi tidak
untuk sebuah ceritera
Ibu, bapak,
saudaraku dan yang lain
Engkau telah
sampai di muara
Tinggal
menyaksikan petualangan
Mematri
gulungan ombak kala beradu pantai
Banyak
ikan-ikan mabuk
Tapi bukan
karena lapar
Ada bahtera
yang karam
Bukan pula
karena usia ronta
Ombak-ombak
itu terus ngamuk ke haluan
Kata orang
modern
Bukan
sembarang ombak melainkan sains dan
Teknologi
O...
Apakah harus
ada yang turun tangan
Demi
perjuangan ikan-ikan dan nasip para nelayan
Atau dibarkan
saja hingga semuanya
Bungkam tanpa
paksa
Diam seribu
bahasa
21/12/2005
RINTIHAN NEGERI IRAQ
Akhul Muslimin
Irak
Suara suara datang mendesau hangat
Tua muda ronta sekalian dicambuk hidup-hidup
Asap dupa mengepul bermil-mil jauhnya
Bagai teropong pabrik
Bermiliyar miliyar peluru hangus tusuk jantung dan kepala
manusia mengalirlah air mata.
Dari negeri Abu Nawas
Di rahim seribu satu malam muncullah kaset-kaset edaran
dilahirkan Eropa
Banyak orang-orang duka balasungkawa
Ada pula tawa dan pesta
Karenanya seketsa telah tiba.
Dari negeri Abu Nawas
Rintihan pekik adalah nyanyian hari-hari
Darah dan peluru jadi santapan air mata
Mengawali janazah-janazah Aba, ibu serta keluarga
Masya Allah ada yang berkata.
”Inilah saatnya
engkau rayakan kematian. Bergembiralah dengan pesta berdarah.
Setelah berabat-abat aku
digembala.”
Lalu seorang bocah
piatu berontak
”Hai manusia
terkutuk, ini bukan lagi perdamaian, Tapi soal dendam dan agama.”
Musim silih berganti
Riuh negeri itu terus memuncak
Rintihan pekik adalah seruan para syuhada'
Melihat generasinya habis ditelan senjata
Kemajunnya mendebu
Salamnya takkan pula bersatu.
Lubangsa
2005
SAMBUTAN PERTAMA
:Lisha Nur Aini
Menyambut
tegur sapa rindumu itu
Ruh kudusku
kembali terhentak pagi hari
Yoga pada
sorotan manuskrip lusuh usia pagi buta
Jiwa temaram senja
kini kubawa berlari dan berlari
Menata cahaya
di antara puing-puing rasa di altar jiwamu
Sampai
nanti di batas piramid tua yang menanti
Pada sambutan
pertama
Aku hadir
mengendarai subuh, ingin memelukmu dengan secawan rindu yang
lama ku titipkan pada Jibril, Lalu janjiku padamu membuncah, menembus
langit bertahta di Arsy kerinduan dengan aroma Misyik abadi
Lalu kuajak
kau mengenali dan menikmati pagi.
Pada sambutan
pertama
Telah
kunisbatkan diri ini menjadi pagi, yang baru kau sapa, kau nikmati indahnya,
Embun fajar, gigil angin dan simponi pagi
adalah romantika Ruhku yang nurani
nan hakiki
Tanpa bisa kau
paksa menjelma siang nan kelam atau sebaliknya gersang yang sekarat
Sebab damai
bahagia adalah Ruh kudusku. Tenang romantika ialah hakikat perjalananku
Maka
bergembiralah kau bersama pagimu
Pada sambutan
pertama
Tatapanku
padamu rindu sunyi
Lalu kau lukis
aku bak manusia sekarat rindu berdendang di atas padang ilalang basah hatimu
Seakan
nyanyikan lagu-lagu rindu Robiah dan Rumi pada kekasih-Nya
Lalu kucoba mencumbumu dengan syahadah khofi kerinduanku,
sebelum kau panggil aku pewaris tunggal kekasih Eva yang sejati.
Tapi di antara
itu, aku tetaplah aku, matahari tetaplah
matahari, dan kau tetaplah kau
Yang tak bisa
menjelma seperti mereka-mereka.
Pada sambutan
pertama
Kau amini aku
sebagai kekasih
Dan kuimani
cintamu
Demi kejujuran
yang melintas di antero kelam.
Lalu sabdaku
pada
”Perjalanan ini masih panjang Lish, kita akan
selamat sampai tujuan, jika terus
waspada dan saling berhati-hati menyeberangi hutan belantara ini”.
Pada sambutan
pertama
Kita restui
tuk tanamkan cemara-cemara kesepakatan di ladang hati
masing-masing
Bahwa matahari
tetaplah matahari
Kau tetaplah
Kau dan Aku tetaplah Aku
Ayo
bersejajarlah bersamaku
tanpa harus
menipu.
Senin 11/1/ 2010
BERSAMA KALIAN
; Buat
murid-muridku SMPP Tarate 2011
Air
mata, mata air mengenang tangis
Melepas
rindu
yang
tak semestinya pecah.
Wajah wajah kalian hari ini tampak pucat menatapku berpuisi
Entah, malaikat apa yang merasuki pikiran kalian
Padahal peluit yang katanya sangkakala perpisahan itu.
Masih telalu pagi mengakhiri perjumpaan.
Sentuhlah berlahan hati kalian yang basah
buatlah tersenyum untuk menyambut puisiku
Sebab puisi ini dariku buat kemenangan kalian
Kemaren, masih tampak di wajah-wajah kalian
Ratusan gejora semangat bertaburan
Berkejaran seperti meneropong matahari
Sambil kalian berucap "citaku-citaku setinggi
langit pak guru.
Lalu kulanjutkan pelajaran hari itu
Tentang kejujuran,
kerja keras perjuangan keihklasan dan kasih sayang
Dua bulan bersama kalian
Kutulis
sketsa sejarah PPL di bawah matahari
Tiba-tiba pena di tanganku pecah, kertas-kertas putih berhamburan
Suara langit batin kalian seketika menggaduh merobek suasana
Kilatan riak petirnya menyambar
Tangan dan tubuhku dingin gemetar
Seperti tak kuasa lagi meuliskan kisah-kisah
bersama
Lalu tubuhku terpental
menggeletak jauh
Dari sekujur tubuhku asap-asap cinta memanjang ke
langit
menjadi awan
Membujuk hujan agar segera turun mengalirkan tinta sejarah
Pada kebekuan jiwaku dan jiwa kalian yang bisu.
Lihatlah di sana...
Di halaman tanah yang luas nan hijau itu
Di sudut-sudut ruang kelas
Di barisan bangku bangku
Di lembaran buku-buku
Ada satu kisah lembab masih tertulis basah
"perjumpaan
segera usai, menunggu kalian di teras depan"
Pada reputasi siang malam
Di wajah langit yang biru
Di pundak bumi hijau di semesta penjuru mata angin
Usiaku berlalu di tengah keramaian kalian
Mengubah waktu menjadi struktur abjad
Hingga sempurna kuurai jadi kalimat-kalimat yang dapat kalian baca dan kalian
dengarkan di pagi hari
Di atas bangku-bangku tua
itu
Kalian duduk sopan tafakur sambil menatapku nan
berdoa
Mengamini segala tausiyahku
Hingga di batas pelajaan hari itu
Air
mata, mata air mengenang tangis
Melepas
rindu
Yang
tak semestinya pecah.
Wajah-wajah kalian masih tampak pucat
Berhentilah menatapku murung
Karena itu akan merabunkan pendanganku juga pandangan kalian
Pada ketinggian cita dan angan warisan orang tua kita
Tahukah kalian...
Perihal setiap lafadz dari puisi yang kurafal?
Adalah detak jantung dan kristal-kristal pikiran
Yang jatuh bersama air mata batin di setip doa-doa dalam sujudku.
Dua bulan bersama kalian
Di kelas-kelas itu, telah kurakit beribu harapan
Menjala ratusan pengetahuan sains dan teknologi
Menembus kabut di altar gelombang
Mengarungi ribuan kota seberang
Sampai titik keberhasilan
Di batas kota perjumpaan ini
Ingin kukalungkan matahari di pundak kalian
Agar dari kalianlah, cahayanya dapat bersinar
Mewarnai jagat raya menabur rona dan wangi bunga bunga
Di sudut sudut ruang kelas sekolah
Kubiarkan Ruhku mengasap sesekali beku
Menyatukan resah gelisah luka duka cinta cerita
canda dan tawa menjadi satu tembang kenangaan
Air
mata, mata air mengenang
tangis
Melepas
rindu
Yang
tak semestinya pecah.
Hari ini ingin kurafal nama
kalian satu-satu sesuai urut nomor absen
Mengalun dalam doa hening
Mengendarai bahtera
alfatihah
Menggapai ketinggian angan
cita-citamu.
Rehat
;
Apa mungkinkah saat ini kalian dapat
bersua dengan puisi kerinduan ini
Dari sobekan kertas atau
lipatan koran-koran bekas
Di layar komputer atau
buku-buku peninggalan masa lalu
Setelah lama kalian pergi
menempuh cita
Tapi
cerialah, pada doaku untuk kalian yang tak terbatas waktu
Hingga nanti kalian duduk
di bangku penuh kompetisi
Kuliah siang malam mencari jati diri
Atau
bekerja seharian dari pagi
Atau Menjadi orator dan
penggiat organisasi
Apa mungkinkah kalian sudah
lupa pada nasihatku?.
Di kelas bertingkat itu,
pastinya kalian tidak tertidur kan?
Oh, wahai murid-muridku
Aku sayang dan rindu
kalian
Semangatmu yang dulu
berkobar belingsatan
Seperti sinar mentari menyibak
gelap mataku
Kini masih jelas terlihat
Ayo
bangkit dan tersenyumlah jangan putus asa adik-adik, murid-muridku
Kalian satu-satunya harapanku
nan ummat
Tak kiai, tak guru, tak
pemimpin, tak pemerintah
Tak orang tua, tak teman,
tak saudara, tak masyarakat, tak buruh
Dan tak kekasih
Semua
menenti kalian tumbuh jadi figure arif yang bijaksana atau penyair yang jujur
kesatria
Jalan terlalu panjang,
bumi terlalu lebar, langit terlalu luas nan indah
solusi terlalu banyak
Untuk bersedih dan putus asa yang
tak bermakna
Adik-adik, murid muridku, tersenyumlah
Angkat mata kalian memandang langit
Lihatlah rona terang disana...
Atau
menunduklah perhatikan hamparan bumi
ini.
Terlalau banyak jalan
keluar yang bisa kalian tempuh
Dan
terlalu mahal untuk berhenti
Dan sebelum kututup dan
kuakhiri salamku
Jangan lupakan Al Qur’an dan gurumu kirimi doa
Buka hati setiap langkah pesanku
Agar
kelak kalian dapat tersenyum
Saat bersua dan saling berbagi
Assalamu
alaikum kuucap sepenuh doa nan cinta
Assalamu
alaikum kuucap sampai jumpa
Pada kalian semua, hai generasiku harapan bangsa.
Ambunten 30 /12/2011
BIOGRAFI SINGKAT
Shobah Arozi IFSAL,
Lahir di wilayah
Pantura Desa Tambaagung Timur
Kecamatan
Ambunten Kabupaten Sumenep 86. Aktif
Menulis dan bergelut di dunia
sastra sejak di madrasah Tsanawiyah PP. Annuqayah. Ketidak puasannya terhadap
sastra dapat terobati setelah dia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Guru Republik Indonesia tahun
2008-2012.
Di tengah kesibukannya pada
pendidikan dia berusaha aktif dalam kajian kesusastraan Indonesia dan menjadi
penggiat beberapa komonitas sasta daerah di antaranya Sanggar ANDALAS binaan M.
Faizi El Kailan dan Komonitas Pangestoh
Net_Think Community binaan Al-Faizin Sanasren.
Kecintaannya terhadap sastra
dibuktikan dengan mencoba memberanikan diri mengantologikan dan mempublikasikan
beberapa karya-karyanya seperti buku perdananya
PERSEMBAHAN PENYAIR yang saat ini sedang anda baca.
Dan saat ini dia masih menggarap buku
terbarunya “ POLIGAMI DI ATAS ANGIN” yang
insyaAllah tidak lama lagi akan segera terbit. selamat membaca dan menikmati.
Untuk lebih jelasnya klik. www. Shobah.arozi@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar